Kedua sosok itu saling bertatapan dalam diam. Di tengah kegelapan malam yang sunyi dan sepi. Kwee Mey Lan memandang Cio San dengan sebuah tatapan berjuta makna. Perempuan selalu memandang laki-laki dengan tatapan seperti ini. Tugas laki-laki lah untuk menerjemahkan tatapan ini. Biasanya laki-laki memang tidak pernah berhasil melakukannya.
Cio San kikuk tidak tahu harus berbuat atau mengatakan apa. Kwee Mey Lan pun masih memandangnya. Sejuta makna itu tidak pernah berhasil dipahami Cio San. Memang ini mungkin satu-satunya hal yang tidak pernah bisa dipahami otaknya yang cerdas. Karena memahami perempuan memang tidak pernah bisa dengan menggunakan akal. Memahami perempuan haruslah dengan perasaan.
“Mey Lan...., baru pulang kah?” akhirnya Cio San bersuara.
“Pulang? Memangnya sejak kapan aku pergi?”
“Oh, sejak tadi aku di Lai-Lai, tidak melihat Mey Lan. Ku pikir kau pergi atau sedang berkelana bersama...”
“Kau mencariku? Ada urusan apa?” tanya Mey Lan ketus.
“Tidak apa-apa, hanya sekedar ingin bertemu....”
Hanya sekedar ingin bertemu.
Kalimat ini adalah kalimat yang paling menyakitkan yang pernah diucapkan oleh bibir manusia. Kalimat yang sederhana dan begitu pendek. Tetapi orang-orang yang mengucapkannya telah mengalami penderitaan yang begitu panjang. Kau baru akan mengerti betapa menyedihkannya kalimat ini jika kau pernah mengalaminya.
Pernahkah kau merindukan seseorang sehingga setiap helaan nafasmu kau menyebut namanya? Setiap detak jantungmu kau mendengar suaranya? Setiap matamu berkedip kau hanya melihat bayangannya. Pernahkah pula kau merindukan seseorang sehingga sinar matahari yang paling panas sekalipun terasa membeku di kulitmu? Salju yang memutih terasa panas membara? Pernahkah kau merindukan seseorang sehingga air matamu berlinang-linang saat seseorang tidak sengaja menyebut namanya? Dadamu terasa sesak dan sempit saat kenangan tentangnya tiba-tiba datang sehingga membuatmu tenggelam dalam arus kenangan yang membuatmu tidak dapat bernafas? Pernahkah pula kau begitu merindukan seseorang sehingga di dalam kegelapan malam yang sunyi kau bangun dari tidurmu hanya untuk sekedar mendoakan namanya? Atau pernahkah kau begitu merindukan seseorang sehingga kau mengangkat tanganmu ke udara untuk mencoba menjangkau bayangannya yang begitu semu? Pernahkah kau begitu menginginkan bertemu dengannya sehingga jika ia meminta nyawamu, kau akan memberikannya berkali-kali jika bisa? Pernahkah kau merindukan seseorang sehingga setiap suapan makanan yang enak ke dalam mulutmu, kau berharap apa yang ia makan jauh lebih enak daripada makananmu? Pernah kah pula kau merindukan seseorang sehingga kau berharap setiap kepedihan yang ada di dunia ini ditimpakan kepadamu, sehingga orang yang kau rindukan itu tidak perlu mengalami kepedihan walau hanya seujung kuku?
Jika kau pernah mengalaminya, kau tak akan berkata apa-apa saat aku menanyakan hal ini kepadamu. Karena kau tahu betapa pedih dan menderitanya mengalami hal ini. Jika kau pernah merasakannya, maka kau hanya akan mampu meneteskan air matamu dan berkata “Jika aku harus mengalaminya sekali lagi, aku rela.”
Kau tahu kau akan mengatakan hal itu, karena kau tahu, ketika rindu dan cinta sudah menembus kulit dan tulang, ia akan mendarah daging. Sehingga rindu dan cinta itu berubah menjadi bagian dari dirimu. Menjadi DIRIMU. Sampai di saat kau matipun, rindu dan cinta itu akan terkubur dalam-dalam, atau hangus menjadi debu bersama tubuhmu.
Cio San pernah merasakannya. Ia pernah datang, pernah hidup, pernah cinta.
Siapapun, baik ia laki-laki atau perempuan, pastilah pernah datang di dalam kehidupan seseorang. Pernah hidup di dalam mimpi-mipinya, pernah begitu cinta terhadap seseorang.
Siapapun, baik ia laki-laki dan perempuan, pada suatu waktu pastilah akan mengalami perasaan seperti ini. Ketika rindu menumpuk dan begitu menggebu-gebu, rindu itu berubah menjadi kebencian. Kebencian terhadap diri sendiri karena ia tahu ia begitu tak berdaya melawan kerinduan itu.
Hal ini berlaku untuk laki-laki. Juga berlaku untuk perempuan.
Sesungguhnya setiap manusia yang masih bernafas, memiliki kerinduan terhadap sesuatu, atau seseorang. Kerinduan ini menghimpit dadanya. Menyerap seluruh hidup dan kebahagian. Kerinduan ini membunuhnya pelan-pelan. Tetapi yang amat mengherankan, kerinduan ini pulalah yang membuat seseorang bertahan hidup sampai sekarang.
Ia mungkin akan melanjutkan hidup itu dengan mencoba mencintai orang lain. Tetapi kerinduan terhadap ‘si dia’ ini, tak akan pernah berakhir. Ia mungkin akan mencoba menguburkan kerinduan ini dengan mencoba merindukan orang lain. Tetapi kerinduannya terhadap ‘si dia’ justru akan semakin mendalam dan menghancurkannya.
Rindu, bukanlah sebuah kata yang sederhana. Ia adalah sebuah kata yang mematikan. Mematikanmu dari dalam dan perlahan-lahan.
Cio San tahu, ia memang mencoba untuk pergi. Pergi dari kenangan atas cinta yang hilang. Ia pun telah mematikan perasaannya. Mencoba untuk menghidupkan perasaan itu terhadap orang lain. Mencoba untuk membenci cinta yang pernah pergi.
Tapi ia tak akan pernah bisa. Manusia manapun tak akan pernah bisa. Karena jika ia telah mencintai seseorang dengan begitu dalam, tak ada satu hal pun yang sanggup ia lakukan kecuali melanjutkan hidup di dalam kehampaan.
Kehampaan karena orang yang dicintai itu telah pergi bersama dengan segenap jiwanya. Karena cinta yang terlalu dalam selalu menimbulkan lubang di dalam hati dan perasaan. Lubang ini menciptakan sebuah ruang. Ruang milik ‘si dia’ yang tak akan pernah lagi terisi apa-apa. Karena ruang ini milik dia seorang. Tak ada seorang pun yang dapat hidup dan berkuasa di dalam ruang kecil itu kecuali ‘dia’ seorang.
Namun Cio San pun telah mengalami perjalanan yang panjang terhadap perasaannya. Ruang yang kosong di hatinya telah tertutup dan terisi. Bukan terisi dengan orang lain, melainkan terisi dengan pemahaman dan pencerahan.
Pencerahan yang didapatkan dari pemahaman bahwa seseorang sebenarnya dapat hidup tanpa cinta orang lain. Ia hanya perlu mengerti bahwa cinta yang terbaik, adalah cinta terhadap dirinya sendiri. Terhadap kekurangan dan ketidaksempurnaannya dirinya sendiri. Bahwa semua mimpi dan harapan belum tentu terkabul. Manusia lemah dan tak dapat menentukan takdir.
Jika kau bisa memahami hal ini, kau akan bahagia. Dengan atau tanpa cinta orang lain. Karena walaupun kau pernah datang, pernah hidup, dan pernah cinta. Pada akhirnya pun kau akan pernah pergi, pernah mati, dan pernah benci.
Pada akhirnya kau akan memahami bahwa semua kepedihan memang datang untuk menghidupkanmu!
Kehidupan selalu berharga. Kepedihan selalu datang untuk membuat kita menghargai kehidupan itu. Dan Cio San telah memahaminya seluruhnya.
Alangkah beruntung orang yang memahami hal ini.
“Mengapa kau baru datang sekarang? Mengapa pula kau membohongiku sejak dulu?” Mey Lan bertanya kepadanya.
Dalam hati Cio San tersenyum. Dulu, bukan ia yang pergi.
“Aku harus menutupi jati diriku dari musuh-musuhku. Karena itulah aku memakai topeng dan menyamar. Sama sekali tidak ada bermaksud membohongimu.”
“Jika kau sudah pergi, kau tak perlu datang kembali!” tukas Mey Lan.
Perempuan jika berbicara memang temanya selalu melompat-lopat. Ini karena apa yang ada di dala perasaan mereka begitu banyak. Dan mereka ingin mengeluarkannya seluruhnya.
“Aku tidak pernah pergi,” Cio San memilih tegas berkata-kata. “Dulu kau lah yang pergi meninggalkan aku.”
“Kau yang pergi! Kau meninggalkanku sendirian. Tanpa tahu kau akan kembali atau tidak. Hidup terombang ambing di dalam kesepian. Tanpa masa depan! Coba kau katakan kepadaku, bagaimana aku harus hidup? Mengapa kau tak pernah mengerti perasaanku?”
Perempuan memang tidak boleh merasa kesepian. Saat ia merasa kesepian, ia akan mencari seseorang untuk mengisi kesepiannya, terkadang sementara, terkadang untuk selamanya. Ini pelajaran utama yang harus dipahami laki-laki. Terlalu banyak duka yang lahir atas kenyataan ini. Baik di pihak laki-laki maupun di pihak perempuan.
Meskipun lelaki tidak sepenuhnya salah, perempuan tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Lalu jika tidak ada yang salah, siapa pula yang patut dipersalahkan?
Cinta memang selalu tentang setia. Setia bersama, setia menanti, ataupun juga setia untu terus mencintai walau cinta itu tidak berbalas.
Siapa telah setia, dia telah mencinta.
Ada orang yang rela menyakiti diri sendiri demi kesetiaannya terhadap hal-hal yang tidak pasti.
Kwee Mey Lan bukan salah satu dari mereka. Meskipun begitu, ia tidak pernah bisa disalahkan. Tidak ada perempuan yang bisa disalahkan. Rumus ini memang sebaiknya dipahami laki-laki.
Bukan karena perempuan ingin menang sendiri. Mereka memang terlahir dan tercipta seperti ini. Keinginan dan kebutuhan untuk dicintai dan dimanjakan, sudah menjadi bagian dari diri mereka sejak mereka lahir. Hal ini telah dimulai sejak perempuan pertama hidup di muka bumi. Akan terus berlaku hingga perempuan terakhir mati di kolong langit.
Laki-laki harus mengerti. Laki-laki mana saja harus mengerti. Jika ia tidak mengerti, maka ia akan mengalami kesulitan hidup dan kekecewaan yang mendalam.
Adalah kewajiban laki-laki untuk memahami perempuan. Mau atau tidak mau. Rela atau tidak rela. Kewajiban ini sudah di mulai sejak laki-laki pertama hidup di muka bumi. Akan terus berlaku hingga laki-laki terakhir mati di kolong langit.
Meskipun perempuan tidak bisa disalahkan, laki-laki pun tidak bisa disalahkan. Laki-laki memang sulit memahami perempuan. Mereka tercipta berbeda. Mereka memiliki tantangan hidup tersendiri. Perempuan yang tidak memahami hal ini akan hidup dalam penantian dan kesepian.
Semua kesedihan di dunia ini sebenarnya berawal dari ketidakmengertian laki-laki terhadap perempuan, dan ketidakmengertian perempuan terhadap laki-laki.
Tetapi walaupun Cio San telah mengerti, tetap saja hatinya terasa perih bertemu dengan mantan kekasihnya ini. Meskipun kau telah sembuh dari patah hati, telah melanjutkan hidup dengan sungguh-sungguh, kau tak akan dapat menghindarkan diri dari perih seperti ini.
Bagaimana mungkin perih akan cinta bisa menghilang, sedangkan penyebab perih itu telah menjadi bagian dari darah dan dagingmu? Jiwa dan hidupmu? Perasaan dan akal sehatmu?
Kwee Mey Lan telah tergantikan oleh Khu Ling Ling di dalam hati Cio San. Tetapi ruang bagi Kwee Mey Lan tak pernah terisi siapapun. Ruang bagi Khu Ling Ling pun tidak pernah terisi siapapun.
Inilah perbedaan laki-laki dan perempuan. Laki-laki mungkin dapat mencintai beberapa perempuan pada saat yang bersamaan. Selalu ada ruang kosong di hati laki-laki bagi beberapa perempuan, yang masing-masing tak dapat menggantikan yang lain.
Perempuan berbeda, ia hanya dapat mencintai satu orang. Jika hari ini ia mencintaimu, seluruh hidupnya adalah milikmu. Tetapi jika di hari esok ia mencintai orang lain, maka seolah-olah ia tak kenal lagi padamu. Ia mungkin akan mengingat kenangan tentangmu, tetapi perasaan cintanya kepadamu telah hilang sepenuhnya.
Cukup lama mereka bertatapan dalam diam. Lalu masing-masing luluh. Kekerasan hati yang datang karena kekecewaan, perlahan-lahan akan luluh. Sedalam apapun kemarahanmu pada seseorang yang mengecewakan cintamu, pada akhirnya kau akan luluh juga. Ini hanyalah masalah waktu. Hati manusia pun mudah berubah. Jika cinta bisa berubah menjadi benci, kenapa pula benci tak dapat berubah menjadi cinta?
Pernah pergi, pernah mati, pernah benci.
Lalu tatapan mereka yang dingin kini mulai menghangat. Kehangatan yang lahir dari rindu dan kenangan akan mengalahkan angin musim gugur yang dingin. Bisa pula mencairkan salju yang beku di musim dingin.
“Mey Lan, apakah sehat?” tanya Cio San tulus.
“Iya. Apakah San-ko (kakak San) sehat pula?”
Ia mengangguk. Ada perasaan sejuk di hatinya, walaupun ia tahu pertanyaan ini mungkin adalah sebuah basa-basi. “Selama ini, bagaimanakah hidupmu?”
“Aku..., telah menjadi murid Go Bi-pay. Hari ini pulang karena ayah sedang sakit.”
“Oh, sakit apa?”
“Entahlah. Aku malah belum bertemu.”
Berbagai macam perasaan berkecamuk di hati Cio San. Ia ingin membantu, tetapi ia telah berjanji untuk menemui sahabat-sahabatnya. Janji kepada sahabat tidak boleh sekalipun di langgar.
“Jika urusanku selesai, aku akan langsung menemui ayahmu. Dalam 4-5 hari aku akan kembali ke sini,” janjinya.
“Baik lah. Aku akan menanti. Hati-hatilah.”
Laki-laki yang pergi dan perempuan yang menanti. Tidak ada yang lebih mengharukan selain hal ini.
Cio San lalu menoleh, “Kalian ingin kitab Bu Bok? Boleh coba ambil sekarang, atau tidak pernah sama sekali.”
Kelima orang yang telah mengepungnya tak jauh dari situ hanya menggumam, “Hmmmm....”
Salah satu dari mereka berkata, “Jika sendirian, memang susah melawanmu. Jika berlima menyatukan kekuatan, ku pikir setan pun terbirit-birit.”
“Aku bukan setan. Aku Cio San!”
Tentu saja Cio San adalah Cio San. Cio San bukan orang lain. Bukan pula setan. Ia lalu meletakan tangan kirinya di belakang. Tangan kanannya memainkan ujung rambutnya.
“Majulah!”
“Teman-teman, kita tujukan saja serangan kita kepada perempuan itu,” kata salah seorang pengepung.
Kwee Mey Lan kaget, tangannya meraih pedang yang sejak tadi ditentengnya.
Cio San tersenyum kepadanya dan berkata, “Tidak perlu. Aku jamin, belum sempat mereka bergerak 5 langkah mendekatimu, nyawa mereka akan dibawa kabur setan.”
0 Response to "EPISODE 2 BAB 30 PERNAH PERGI, PERNAH MATI, PERNAH BENCI"
Posting Komentar