Pedang Abadi

Bab 1

Penginapan Awan Angin

Suatu sore di Jalan Shi Ban tiba-tiba muncul 9 orang aneh, mereka memakai baju pendek, memakai sepatu, di telinga kiri mereka terdapat anting sebesar mangkuk, rambut mereka yang berwarna tampak awut-awutan. Rambut itu seperi kobaran api di pundak mereka.
Kesembilan orang ini terdiri dari berbagai macam orang, dari yang pendek sampai yang tinggi, dari yang tua sampai yang muda. Mereka semua memiliki wajah yang berbeda-beda, tapi persamaan mereka adalah memiliki ekspresi roman yang sama yaitu seperti roman orang mati. Sewaktu mereka berjalan hanya pundak mereka yang bergerak, lututnya tidak bergerak layaknya seperti kelompok vampir.
Mereka bergerak secara perlahan melewati jalan. Jalur jalan yang mereka lewati secara tiba-tiba menjadi sunyi, bahkan anak yang menangis pun tiba-tiba menjadi terdiam. Semua orang di sana tampak sangat ketakutan.
Di ujung jalan terdapat sebuah tiang bendera yang tingginya kira-kira 3 meter. Di tiang itu tergantung 4 lampion berukuran besar.
Lampion itu berwarna merah dengan tulisannya yang berwarna hitam.
Penginapan Awan Angin
Kesembilan orang aneh yang berpakaian kuning dan berambut merah itu, setelah sampai di depan pintu penginapan segera menghentikan langkahnya. Orang pertama yang paling dekat dengan pintu segera membuka anting yang ada di telinganya, kemudian anting itu disambitkan dan anting itu terpaku di tembok dekat pintu masuk. Pintu itu berwarna hitam dan berukuran besar.
Percikan api keluar ketika anting emas terpaku ke dalam dinding. Orang kedua dengan menggunakan tangan kirinya mengangkat rambut yang tergerai kemudian dengan telapak tangannya dia memotong rambutnya, gerakan tangan orang itu seperti sebilah pisau. Rambut yang telah dipotong itu diambil kemudian diikatkan pada sebuah gelang cincin besi, setelah selesai melakukan hal itu, mereka semua berjalan menjauhi penginapan itu.
Rambut merah itu seperti kobaran api dalan hembusan angin, kesembilan orang aneh itu sudah menghilang dalam kegelapan.
Dalam waktu yang hampir bersamaan datang 8 ekor kuda yang sangat gagah, kuda-kuda itu berlarian di sepanjang Jalan Shi Ban seperti rentetan air hujan yang turun dan suara yang ditimbulkan seperti tabuhan genderang perang.
Orang-orang yang menunggang kuda semua mengenakan pakaian berwarna hijau, kepala merekapun memakai penutup kepala berwarna hijau. Betis mereka diikat oleh kain yang tampak seperti ribuan gelombang. Mereka terlihat sangat gagah dan tangkas.
Kedelapan ekor kuda itu berjalan melewati Penginapan Awan Angin dengan kecepatan tinggi. Kedelapan orang itu dengan secara bersamaan mengayunkan tangan mereka.
Terlihat sekelebat cahaya terang secepat kilat menyambar, tiba-tiba terdengar suara keras pada tiang bendera. Tiang itu berdiameter kira-kira sebesar mangkuk. Pada tiang itu tiba-tiba sudah ada 8 buah pisau terbang yang menancap.
Pisau itu masih bergetar, hal itu dapat dilihat dengan bergetarnya hiasan pada ujung pegangan yang membentuk seperti gulungan awan merah.
Kedelapan ekor kuda itu sudah tidak terlihat lagi.
Malam terus berlanjut hingga larut, kegelapan semakin pekat. Di jalan itu tiba-tiba juga terdengar suara kuda yang berlari, tapi suara yang ditimbulkan lebih keras daripada gerombolan orang berkuda yang pertama. Yang lebih aneh jumlah kuda yang sekarang ternyata hanya ada 1 ekor.
Kuda itu berwarna putih, dari ujung kepala hingga ujung ekor, tidak terdapat warna lain selain warna putih.
Setelah sampai di depan pintu penginapan tiba-tiba kuda itu meringkik dan orang yang menunggang kuda itu menegakan badannya. Baru dapat terlihat dengan jelas. Orang itu adalah seorang laki-laki berjenggot yang bertelanjang dada, warna kulit orang itu berwarna hitam, kulitnya seperti terbuat dari besi.
Laki-laki berjenggot ini menghentikan kudanya, melihat ke arah cincin yang telah diikat oleh rambut berwarna merah yang menancap di tembok dekat pintu masuk. Laki-laki ini juga melihat ke arah tiang yang terdapat 8 pisau terbang yang menancap. Laki-laki ini hanya tertawa dingin, dia segera turun dari kudanya, setelah turun dari kudanya dia merentangkan kedua tangannya dan memegang 2 kaki kudanya.
Terdengar laki-laki itu mengeluarkan suara, suara yang keluar sangat keras seperti bunyi guntur. Dia mengangkat kuda itu tinggi-tinggi dan mengangkatnya ke arah beranda.
Kuda putih itu hanya meringkik, keempat kakinya ditancapkan ketanah oleh laki-laki berjengot itu sehingga kuda itu tidak dapat bergerak lagi.
Laki-laki berjenggot itu tertawa panjang dan dia segera melangkah dengan langkah besar dan dalam sekejap mata laki-laki itu sudah pergi tidak terlihat lagi. Laki-laki itu hanya meninggalkan seekor kuda putih yang berdiri di kegelapan malam dalam hembusan angin barat. Semua kejadian yang baru terjadi terlihat sangat misterius.
Di jalan itu sudah tidak ada bayangan orang lagi, hal ini terjadi karena orang-orang sudah menutup pintu dan jendela rumah karena ketakutan.
Di dalam Penginapan Awan Angin pun tidak terdengar suara-suara orang yang menginap di sana. Setelah mereka melihat cincin yang diikat dengan rambut dan 8 buah pisau terbang, mereka semua sudah melarikan diri dari pintu belakang penginapan.
Kuda putih itu masih berdiri tegak dalam hembusan angin barat, kuda itu tidak bergerak sedikit pun, seperti kuda ukiran yang terbuat dari batu.
Jalanan yang sempit itu tiba-tiba muncul seorang laki-laki setengah baya. Orang itu mengenakan baju putih, memakai sepatu berwarna biru, wajah orang itu bersih dan kurus. Dengan perlahan berjalan menuju ke arah penginapan, sikapnya sangat santai tapi sorot matanya memancarkan sorot berwibawa.
Dengan perlahan dia menuju ke arah penginapan, di depan pintu penginapan dia mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling penginapan. Kemudian orang itu menarik nafas panjang dan berkata,
"Kuda yang gagah dan bagus, tapi pemilik kudanya tidak berperasaan, benar-benar mempunyai kesulitan tapi tidak dapat berbicara."
Tiba-tiba tangannya melambai, lengan bajunya yang lebar dan panjang beterbangan, dari dalam lengannya tiba-tiba berhembus angin yang sangat kuat.
Kuda putih itu sangat terkejut dan kuda itu meringkik lagi.
Laki-laki setengah baya itu dengan tenang menggunakan sepasang tangannya mengangkat kuda itu. Dia mengangkat perut kuda dan dengan ringan meletakkan kuda itu di atas tanah. Pria itu menepuk-nepuk perutnya dan berkata,
"Pulanglah dan bawa tuanmu kesini. Kau katakan kepadanya bahwa teman baiknya sedang menunggu."
Kuda putih itu seperti mengerti bahasa manusia. Kuda itu segera pergi meninggalkan tempat itu dan berlari.
Laki-laki setengah baya itu mencabut cincin yang diikat dengan rambut merah yang menancap di dinding sisi pintu masuk penginapan. Sebelumnya dia menepuk pelan tiang yang berada di dekat penginapan.
8 buah pisau terbang yang menancap kuat pada tiang itu langsung berjatuhan secara bersamaan. Laki-laki itu menggulung kembali dengan menggunakan lengan bajunya, hanya sekejap 8 buah pisau terbang itu terhisap masuk dalam lengan bajunya.
Dengan suara berat dia berkata,"Panjinya ada dimana?"
Dari dalam penginapan itu tiba-tiba keluar sebuah bayangan yang berkelebat. Bayangan itu adalah bayangan orang yang kurus kecil. Seperti seekor kera, orang itu sudah naik ke atas tiang bendera.
Di tiang itu segera berkibar sebuah panji. Panji itu berwarna putih bersih, gambar yang ada dalam panji itu adalah gambar seekor naga hitam panjang, naga itu sedang membuka mulutnya. Naga itu sedang terbang ke langit memecah awan.

0-0-0

Malam itu tidak ada bintang, tidak ada bulan yang ada hanya awan gelap dan angin yang berhembus dengan kencang.
Tapi di dalam pekarangan penginapan suasana terang benderang dan masih terdapat meja yang penuh dengan bermacam-macam sayur dan arak.
Laki-laki setengah baya itu sedang membaca puisi seorang diri, minum arak pun hanya seorang diri, tiba-tiba dia mengangkat gelas araknya tinggi-tinggi, dan berkata pada pohon beringin yang beukuran besar,
"Sudah lama aku mengetahui bahwa Ketua Miao adalah seorang yang jago minum, setelah datang mengapa tidak turun untuk minum bersama-sama?"
Dari balik dedaunan pohon itu ada suara tawa yang aneh seperti suara burung malam. Sesosok bayangan seperti panah yang melesat keluar dan jatuh, jatuhnya ringan seperti kapas.
Orang itu berhidung seperti singa, mulutnya lebar, semua rambutnya berwarna merah, telinganya terpasang anting-anting sebanyak 3 buah. Orang itu sudah turun, anting-anting itu berbunyi karena saling beradu.
Dia adalah ketua perkumpulan rambut merah, dia dijuluki dewa kobaran api, Miao Shao Tian.
Sepasang matanya seperti ada kobaran api, dia memelototi laki-laki itu dan dengan suara berat dia berkata,
"Apakah tuan adalah Ketua Qing Long Bang perkumpulan naga hijau)?"
Jawab laki-laki itu,
"Benar aku adalah Gong Sun Jing."
Suara tawa Miao Shao Tian seperti burung malam yang berbunyi, dia tertawa terbahak-bahak,
"Kau benar-benar orang nomor satu di Qing Long Bang. Ilmu silat mu sangat hebat!"
Tiba-tiba terdengar derap kuda lagi, suaranya seperti hujan deras, suara itu mendekat ke arah mereka.
Alis Miao Shao Tian yang seperti kobaran api tampak berkerut, dia berkata,
"Xiao Zhang San pun sudah datang, dia datang sangat cepat!"
Suara kuda yang berlari tiba-tiba berhenti. Seseorang tertawa dengan suara riang,
"Terhadap Lao Da Qing Long Bang, siapa orang-orang dunia pesilatan yang berani datang terlambat?"
Dalam tawa itu seseorang sudah memanjat dinding dan masuk. Orang itu mengenakan pakaian putih, kancing di bagian dada sengaja dibuka, terlihat dadanya yang kuat dan berotot, dada itu berwarna putih lebih putih dari warna bajunya.
Miao Shao Tian mengacungkan jempol dan berkata,
"Xiao Zhang San, sudah cukup lama kita tidak bertemu, mengapa kau masih terlihat semakin muda dan semakin tampan? Bila aku mempunyai anak perempuan, aku akan menjadikanmu sebagai menantu."
Si kuda putih Xiao Zhang San berkata,
"Bila kau mempunyai anak perempuan, tidak akan ada yang mau mengawininya."
Miao Shao Tian melotot dan bertanya,
"Mengapa?"
Jawab si kuda putih Xiao Zhang San,
"Wajah Tuan begitu buruk, putrimu belum tentu cantik."
Miao Shao Tian melotot ke arahnya, setelah lama baru bisa berkata,
"Hari ini kita datang untuk berbisnis, bila mau bertarung tidak perlu terburu-buru."
Tanya si kuda putih Xiao Zhang San,
"Bagaiman kalau kita minum arak?"
Miao Shao Tian tertawa,
"Makin cepat kita lakukan makin baik, mari kita bersulang untuk Ketua Gong Sun Jing."
Gong Sun Jing tertawa dan berkata,
"Aku tidak bisa minum arak banyak-banyak, aku bersulang untuk kalian bertiga."
Miao Shao Tian mengerutkan dahi dan bertanya,
"Bertiga?"
Terdengar ada seorang yang tertawa dari atap rumah seberang dan berkata,
"He Dong si rambut merah, He Xi kuda putih Xiao Zhang San sudah datang. Aku si marga Zhao tidak berani datang terlambat!"
(He Dong=sungai timur, He Xi=sungai barat)
Tanya Miao Shao Tian,
"Apakah kau adalah Tai Hang (nama gunung) si Zhao Yi Dao?"
Dia tidak perlu menunggu jawaban karena dia sudah melihat sebuah pisau yang mengkilat, pisau yang sangat tajam.
Tapi tidak ada sarungnya.
Pisau yang berkilat tajam, diselipkan ke ikat pinggang yang berwarna merah dan baju yang dia pakai berwarna hijau. Kain hijau membungkus kepalanya. Ikat pinggang itu berwarna merah lebih merah dari warna rambut Miao Shao Tian, sangat pas dengan tali yang diikat di pegangan pisau.
Sorot mata Gong Sun Jing seperti pisaunya, seperti pisau cukur yang siap menguliti wajah mereka, dengan perlahan dia berkata,
"Qing Long Bang sudah menyebarkan 12 surat undangan, pada malam ini yang hadir hanya kalian bertiga, apakah 9 orang lainnya tidak ada yang datang lagi?"
Jawab Zhao Yi Dao,
"Pertanyaan yang sangat tepat."
Kata Gong Sun Jing,
"Kalian bertiga datang dari tempat jauh pasti bukan hanya ingin mendengar kata-kataku saja bukan?"
Jawab Zhao Yi Dao,
"Memang bukan hanya untuk itu."
Miao Shao Tian tertawa lalu berkata,
"Di antara 9 orang tamu itu, paling sedikit 3 orang tidak akan datang."
Kata Zhao Yi Dao,
"Kalau begitu jadi tinggal 6 orang?"
Kata Miao Shao Tian,
"Orang-orang Qing Zhu Bang, Tie Huan Bang dan Tai Yuan, dan keluarga Li sudah kubunuh!"
Kata Zhao Yi Dao,
"3 orang teman dari Shu Er Lian, Huan Ji, Zhang Jiang Shui Lu, dan Chen Zhou dari keluarga Yuan yang sedang dalam perjalanan kemari telah mendapatkan penyakit aneh, mereka sakit kepala hingga rasanya mau pecah, karena itu…"
Tanya Miao Shao Tian,
"Lalu bagaimana?"
Jawab Zhao Yi Dao,
"Sakit kepala mereka sudah sembuh."
Tanya Miao Shao Tian,
"Siapa yang mengobati mereka?" baca lainnya

Related Posts:

0 Response to "Pedang Abadi"

Posting Komentar