Bab 41 Memulai Perjalanan



Mereka berdua minum sampai tengah hari. Saat itu anggota-anggota Mo Kauw sudah bersiap-siap untuk kembali ke posisi masing-masing. Mereka mungkin segan mengganggu Cio San yang sedang minum-minum sehingga menunggu sampai ia selesai dulu.

Tapi bukankah pekerjaan yang paling membosankan adalah menunggui lelaki pemabuk minum arak, dan menunggui wanita cantik bersolek?

Oleh sebab itu, para anggota Mo Kauw menunggu hingga tengah hari. Padahal mereka sudah ingin berangkat sejak tadi.

Ketika Cio San dan Cukat Tong selesai, baru para anggota Mo Kauw itu berani mendatangi Cio San untuk minta diri.

“Kami berangkat kaucu!, segala titah kaucu, akan kami laksanakan!”

“Bagus. Selamat jalan saudara-saudara. Apakah bekal kalian sudah cukup?” tanya Cio San

“Lebih dari cukup, kaucu!”

“Baiklah. Hati-hatilah di jalan”

“Kebaikan hati kaucu tidak kami lupakan. Kamu mohon diri!”

Mereka bersoja di hadapannya, dan Cio San membalas dengan menjura. Lalu puluhan orang itu kemudian pergi. Terdengar ramai suara mereka tertawa dan bercanda. Cio San memang paling suka suasana seperti itu. Maka ia tersenyum saja melihat mereka pergi, dari kejauhan.

“Kau tidak menceritakan isi surat itu kepada mereka?” tanya Cukat Tong

“Tidak perlu, kan yang diundang hanya aku”

“Undangan itu untuk seluruh Mo Kauw. Jika ketua mereka diundang, maka itu berarti undangan untuk seluruh anggotanya”

“Oh begitu” tukas Cio San

“Hey, dalam dua hari ini Ang Lin Hua terlihat lebih muda, apakah kau sudah mulai menyembuhkannya?” tanya Cukat Tong lagi.

“Iya, syukurlah pengobatannya lumayan berhasil. Tapi dibutuhkan waktu berbulan-bulan agar ia pulih seluruhnya”

Ang Lin Hua datang. Dari kejauhan mereka bisa melihatnya membawa nampan berisi kue-kue.

“Silahkan kaucu, dan Cukat tayhiap” katanya sambil meletakkan nampan itu di atas meja.

“Terima kasih” jawab mereka berdua.

“Tak lama lagi waktu makan siang tiba, apa kita masih punya makanan?” tanya Cio San

“Masih banyak kaucu, sisa tadi pagi masih ada” jawab Ang Lin Hua. Ia menjura dan berbalik pergi. Tapi Cio San menahannya,

“Siocia, dalam beberapa hari ini, maukah kau menemaniku ke puncah Thay San?” tanyanya

“Baik, kaucu” si nona mengangguk

“Baik, terima kasih. Nona, silahkan pergi” kata Cio San tersenyum.

Cukat Tong menatap punggung Ang Lin Hua dari kejauhan

“Ia bahkan tidak bertanya pergi kemana” katanya, ia melanjutkan

“Bagi anggota partai silat, titah ketua bagai titah kaisar. Disuruh lompat ke dalam api pun, mereka dengan senang hati akan melakukannya”

Cio San hanya melamun saja. Lalu ia kemudian bertanya,

“Selama beberapa kali pemilihan Bu Lim Beng Cu (pemimpin dunia persilatan), selalu Siau Lim Pay yang memenangkan pertarungan. Bagaimana menurutmu tingkatan mereka dibanding  kaucu Mo Kauw yang lama?”

“Menurutku Mo Kauw yang lama masih dibawah sedikit daripada ketua Siau Lim Pay. Tapi jika dibandingkan dengan ketua Bu Tong Pay, kaucu Mo Kauw yang lama masih di atas sedikit” jawab Cukot Tong.

“Setiap pemilihan Bu Lim Beng Cu, apakah kau selalu datang?” tanya Cio San lagi.

“Aku datang 2 kali”

“Bagaimana pertarungannya?”

“Sangat seru, semua orang yang merasa bagian dari partai persilatan boleh untuk turun ke dalam pi-bu (adu tanding) itu. Tapi karena itu pertarungan tingkat tinggi, hanya ketua-ketua partai saja yang ikut. Juga beberapa ahli silat kelana, dan beberapa anggota keluarga-keluarga terkemuka dalam dunia persilatan. Sayangnya Mo Kauw tidak pernah ikut, walaupun selalu diundang” jelas Cukat Tong.

“Mo Kauw tidak pernah ikut?” tanya Cio San, ia agak sedikit kaget.

“Iya. Ketua Mo Kauw yang lama merasa ia tidak perlu ikut urusan Bu Lim Beng Cu segala. Entah apa alasannya, aku tidak tahu”

Cio San merenung sebentar. Pikirannya menerawang jauh. Matanya bersinar-sinar. Ia lalu berkata,

“Rasa-rasanya, aku sudah mulai paham segala kejadian ini dengan jelas”

“Kau, kau sudah berhasil memecahkan rahasia si otak besar?” tanya Cukat Tong

“Sekitar 8 dari 10 bagian, aku sudah paham” kata Cio San tersenyum

“Dan kau tidak ada niat untuk mengatakannya kepadaku?”

“Belum saatnya. Karena sekarang adalah saat makan siang” Cio San berkata begitu karena ia melihat 3 orang anggota Mo Kauw yang wanita sudah datang membawa nampan-nampan berisi makanan.

Mereka makan dengan lahap. Setelah makan Cio San meminta diri untuk bekerja sebentar. Cukat Tong tidak tahu apa yang dilakukan Cio San. Karena sungkan bertanya, ia memilih berdiam saja di kamar yang sudah dipersiapkan anggota Mo Kauw kepadanya.

Cio San sendiri pergi ke ruangan obat-obatan. Rupanya ia berusaha keras untuk memecahkan rahasia racun hebat itu. Dari siang sampai tengah malam ia bekerja keras. Ia hanya keluar untuk makan malam. Saat makan malam bersama, Cukat Tong pun tidak bertanya apa-apa, karena ia kini sudah tahu apa yang sedang dilakukan Cio San.

“Lakukanlah yang terbaik” begitu kata Cukat Tong. Cio San hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman.

Memang jika dua sahabat sudah saling mengerti kemampuan masing-masing, kebanyakan mereka akan lebih banyak diam dan saling tersenyum.

Jika kau perhatikan, sahabat-sahabat yang sangat akrab dan mendalam, memang kebanyakan tidak terlalu banyak ngobrol. Mereka justru lebih banyak saling diam. Ini karena mereka sudah saling mengerti isi hati masing-masing. Berbeda dengan sahabat yang tidak terlalu mendalam, yang kebanyakan ngobrol, tertawa, dan bercanda ria.

Cio San kembali ke biliknya dan mulai bekerja lagi. Ini dilakukannya sampai terang tanah. Saat itu anggota-anggota wanita Mo Kauw sudah bangun dan menyiapkan sarapan. Begitu keluar dari biliknya, Cio San muncul dengan senyum cerah.

“Selamat pagi, kaucu” ketiga wanita anggota Mo Kauw itu memberi salam.

“Selamat pagi juga, para nona” Cio San mengangguk sambil tersenyum. “Si Raja Maling sudah bangun?” tanyanya kepada mereka.

“Sepertinya sudah. Ia berada di halaman depan. Sedang berbincang-bincang dengan Seng Koh (perawan suci)”

Cio San tersenyum lagi. Entah kenapa setiap mendengar kata ‘Seng Koh’, ia selalu tersenyum. Ia lalu beranjak ke depan.

Bagian depan Istana Ular memang tak kalah indahnya dengan taman bagian belakangnya.

Begitu melihat Cio San datang, mereka berdua tersenyum dan mengangguk.

“Sudah selesai?” tanya Cukat Tong.

“Sudah” jawab Cio San

“Boleh aku mencobanya?” tanya Cukat Tong lagi.

Cio San tidak berkata apa-apa, dan hanya menyodorkan dua botol.

“Botol yang bening adalah racunnya, yang botol hitam adalah penawarnya” kata Cio San

Dengan santai Cukat Tong menegak sedikit racun. Tak berapa lama kemudian ia sudah muntah darah. Lalu dengan cepat, ia menenggak sedikit penawarnya.

Cio San hanya memandang saja. Ang Lin Hua terbelalak. Ia tidak menyangka ada orang seberani itu. Begitu percaya kepada orang lain. Cukat Tong melakukan hal ini, seperti ia melakukan hal-hal paling sederhana dalam hidupnya.

“Bagiamana?” tanya Cio San

Cukat Tong menutup mata dan mengatur jalan nafasnya. Tak lama kemudian wajah pucatnya terliat kembali segar. Ia lalu membuka mata dan berkata,

“Sudah punah seluruhnya. Kau benar-benar hebat”

Mereka berdua lalu saling tersenyum dan menepuk pundak.

Ang Lin Hua pun ikut tersenyum. Ada 1 hal dari lelaki di dunia ini yang bisa membuat wanita kagum dan muak secara bersamaan, yaitu persahabatan antar lelaki.

“Siocia, bersiap-siaplah. Mungkin besok kita sudah berangkat. Jarak dari sini ke puncak Thay San mungkin dibutuhkan waktu 3 bulan berjalan kaki” kata Cio San

“Kau akan berjalan kaki?” tanya Cukat Tong

“Kau lupa, bukankah aku tidak bisa mengendarai kuda?”

“Aku tidak lupa. Tapi masa kau tega mengajak nona Ang berjalan kaki juga?”

“Kemana pun kaucu pergi, hamba akan turut” kali ini Ang Lin Hua yang menjawab.

“Kita jalan kaki saja dulu. Jika dirasakan memakai kuda lebih baik, kita akan mencari kereta. Kau bisa mengendarai kereta bukan?” tanyanya kepada Cukat Tong

“Tentu saja. Tapi kenapa kau begitu yakin aku akan ikut denganmu?”

“Kau tidak mau tahu rahasia si otak besar?”

Cukat Tong hanya tertawa terbahak-bahak.

Besok paginya mereka semua telah bersiap-siap. Cio San, Cukat Tong, dan ANg Lin Hua telah menyelesaikan sarapan pagi. Di pundak masing-masing terdapat buntalan yang berisi baju dan perlengkapan sehari-hari. Ang Lin Hua membawa sebuah pedang yang sangat indah. Mereka mengajak dua orang anggota Mo Kauw untuk turut pergi juga. Satu lelaki dan satu wanita. Anggota yang tersisa diperintahkan untuk menjaga Istana Ular.

“Siocia, bukankah rakit kecil yang berada di gudang belakang bisa dipakai?” tanya Cio San kepada Ang Lin Hua

“Bisa, kaucu”

“Baik. Kita berangkat menggunakan rakit dulu untuk sampai ke seberang. Kira-kira berapa lama kita sampai ke seberang?” kali ini Cio San bertanya kepada Cukat Tong.

“Sungai Huang Ho ini lumayan lebar. Mungkin tengah hari baru kita  sampai di seberang” jawab si Raja Maling.

Cio San mengangguk.

Mereka berangkat. Cio San, Cukat Tong, Ang Lin Hua, dan dua orang anggota Mo Kauw yaitu Sie Peng, dan Yan Tian Bu. Sie Peng adalah seorang wanita yang lumayan cantik dan tangkas. Sejak awal ia datang, Cio San sudah memperhatikannya. Ia menganggap Sie Peng cocok untuk menemani Ang Lin Hua.

Sedangkan Yan Tian Bu adalah seorang lelaki yang bertubuh tinggi besar dan tidak banyak bicara. Gerak-geriknya pun tangkas dan cerdas. Cio San butuh seorang anggota yang mampu melaksakan perintah-perintahnya jika diperlukan.

Perjalanan menyeberang sungai memang tepat selesai pada saat tengah hari. Mereka mendarat di sebuah hutan lebat. Cukat Tong yang memilih tempat ini karena ia yang paling paham daerah-daerah.

Setelah menyusuri hutan selama kira-kira sepeminum teh, tibalah mereka di pinggiran kota Kun Tau. Sebuah kota kecil yang lumayan ramai. Mereka tiba di gerbang kota itu dan terhenyak juga melihat banyaknya pasukan kerajaan yang berada di sana.

“Pasukan-pasukan ini pasti mempersiapkan diri untuk berangkat ke perbatasan” kata Cukat Tong.

“Sebegitu parahnya kah keadaan di perbatasan sehingga pasukan dari daerah timur pun harus di tarik ke barat?” tanya Cio San

“Menurut kabar yang kudengar, pasukan Goan (mongol) sudah semakin kuat. Pasukan kerajaan kita sangat terdesak, sehingga mau tidak mau, kaisar memerintahkan pengiriman pasukan secara besar-besaran” kata Cukat Tong.

Cio San mengangguk dan memperhatikan. Sepanjang hidupnya, ia belum pernah melihat pasukan berkumpul sebanyak ini. Ada ribuan tentara yang berbaris dengan rapi. Pakaian perang mereka membuat mereka terlihat lebih gagah.
“Mari saudara-saudara, kita percepat perjalanan kita” ujarnya.


Ketika sampai di dalam kota, Cio San memutuskan untuk menggunakan kereta saja. Mereka kemudian mencari tukang kuda. Setelah lama memilih, akhirnya mereka membeli dua kuda terbaik yang dimiliki tukang kuda itu. Dua ekor kuda daerah barat yang terkenal kekar dan kuat. Walaupun larinya tidak begitu kencang.

Mereka pun membeli sebuah kereta yang akan dipasangkan kepada kedua ekor kuda itu. Sebuah kereta sederhana yang tidak mahal. Tapi cukup nyaman dan sejuk juga. Bagian dalamnya tidak ada isinya, sehingga seluruh rombongan bisa muat di dalamnya. Yan Tian Bu bertugas menjadi kusirnya. Cio San memilih duduk di sebelahnya. Padahal biasanya seorang kaucu selalu berada di dalam kereta. Tapi Cio San menolak, ia ingin menikmati perjalanan dengan menikmati udara segar dan angin.

Perjalanan dilakukan dengan senang dan ceria. Kadang-kadang Cio San menceritakan kisah-kisah lucu yang membuat semua orang tertawa terpingkal-pingkal. Hanya Ang Lin Hua yang tidak terpingkal-pingkal, walaupun ia tersenyum lebar saat mendengarkan cerita-cerita Cio San.

Kadang-kadang perjalanan yang menyenangkan justru jauh lebih mengasyikkan daripada tujuannya. Di sinilah kita memahami sifat dan pembawaan orang. Cio San senang sekali bisa banyak mengobrol dengan Yan Tian Bu. Walaupun pendiam, Tian Bu lumayan menyenangkan diajak ngobrol.

Yang merasa rikuh tentu saja Cukat Tong. Ia berada sendirian di dalam kereta bersama dua orang wanita. Walaupun bagian kereta tembus ke depan langsung ke posisi kusir, mau tidak mau ia tetap merasa tidak enak juga. Apalagi Cio San sedang asik ngobrol dengan Yan Tian Bu, sedangkan Ang Lin Hua pun mengobrol dengan Sie Peng. Akhirnya ia memilih tidur-tiduran saja.

Tak terasa perjalanan sudah mencapai 2 hari. Karena dilakukan dengan santai dan tidak terburu-buru, rombongan ini tidak merasa letih atau lelah. Sepanjang perjalanan mereka menikmati pemandangan yang ada. Kadang-kadang Cukat Tong yang menjadi kusir, kadang-kadang Cio San pun belajar mengendarainya. Tentu saja harus didampingi Cukat Tong atau Yan Tian Bu. Jika tidak, kereta bisa oleng atau masuk sungai.

Mereka melakukannya dengan riang dan gembira.

Cio San juga menggunakan kesempatan ini untuk mengunjungi markas-markas rahasia Mo Kauw yang tersebar di kota-kota. Kebanyakan dari mereka memang sudah tahu jika Cio San telah menjadi Kaucu mereka yang baru. Sebenarnya mereka beramai-ramai ingin pergi ke Istana Ular, dan melihat sendiri ketua mereka yang baru, tetapi tugas dari Cio San membuat hal ini tertunda.

Cio San berjanji akan mengadakan upacara pemakaman terbaik apabila jasad-jasad kaucu yang lama beserta anggota-anggota lain ditemukan.

Kunjungan ke markas-markas rahasia ini membuat Cio San semakin mengerti urusan Mo Kauw, dan juga membuatnya lebih akrab dengan anggota-anggota lain. Memang Mo Kauw itu sebuah partai yang sedikit berbeda daripada partai lain. Mo Kauw lebih longgar dan luwes, sehingga tidak terlalu banyak aturan dan peradatan seperti partai-partai lain.

Selain mengunjungi markas-markas rahasia, kesempatan ini digunakan Cio San untuk melihat dunia juga. Berjalan-jalan ke tempat terkenal dan menikmati tempat-tempat yang indah. Cukat Tong sendiri sempat heran dan bertanya kepada Cio San tentang hal ini,

“Kau tidak khawatir atas apa nanti yang akan terjadi? Urusan besar sudah menanti di depan, kau masih leha-leha dan malah berpesiar”

“Urusan belum kejadian, mengapa harus dipikir?” tukas Cio San

“Tapi musuhmu, si otak besar, sekarang sedang menyusun sebuah rencana besar. Rencananya matang, dan penuh intrik dan rahasia, jika kau tidak bersiap-siap, kau akan kalah langkah dengannya”

“Justru aku sudah menang beberapa langkah darinya” ujar Cio San enteng

“Bagaimana bisa begitu?”

“Si otak besar kini sibuk mempersiapkan rencananya. Pikirannya, tenaganya, seluruh sumber dayanya, ia curahkan. Bahkan mungkin malam tidak tidur, dan kurang makan di siang hari. Dari sini saja, aku sudah menang satu langkah” Cio San melanjutkan,

“Orang yang merencanakan sesuatu, tentulah segala daya upaya ia kerahkan agar rencananya tidak bocor, dan berjalan dengan baik. Tapi siapkah ia menghadapi segala macam perubahan? Perubahan alam, perubahan keadaan, perubahan segalanya.”

“Jika ia siap, berarti dia harus memikirkan ratusan kemungkinan, ratusan perubahan.l ini saja akan membuat seseorang susah tidur dan banyak khawatir. Jika dia sudah begitu, bukankah aku berada di posisi yang unggul?”

“Memangnya kau punya rencana apa?” tanya Cukat Tong penasaran

“Aku justru tidak punya rencana apa-apa menghadapinya. Apa saja yang akan terjadi, akan kuhadapi saat terjadi nanti. Aku tidak perlu repot-repot memusingkan segala hal yang aku tidak tahu. Sehingga aku bisa tidur tenang dan makan enak. Dengan begitu tenagaku akan terisi sepenuhnya”

Mendengar penjelasan Cio San, mau tidak mau Cukat Tong mengangguk-angguk saja. Ia mulai paham, orang seperti Cio San bukanlah orang yang malas, dan hidupnya hanya bersenang-senang. Justru orang yang bebas seperti Cio San, adalah orang yang menerima segala hal yang terjadi dalam hidupnya dengan berani dan dengan pikiran yang terbuka.

Ia bukan hidup tanpa perencanaan. Ia hidup dengan kesigapan terhadap segala perubahan. Ia tidak perlu repot-repot merencanakan sesuatu, karena ia yakin segala sesuatu itu sudah ada yang menentukan!

Hidup hanya perlu untuk dijalani, kenapa harus menangis?

Kenapa harus banyak berpikir dan bersusah hati?

Orang yang benar-benar bisa hidup seperti ini, adalah orang-orang yang jiwanya merdeka sepenuhnya. Mereka ini baru bisa benar-benar disebut sebagai orang yang BERBAHAGIA!

Mau tidak mau, Cukat Tong harus kagum terhadap anak muda di depannya ini. Siapapun memang mau tidak mau harus kagum kepada Cio San.

Related Posts:

0 Response to "Bab 41 Memulai Perjalanan"

Posting Komentar