“Bagaimana kau bisa tahu? Bukankah lukanya adalah luka yang khas?” tanya sang kaucu
“Dari saudara-saudara yang berada di sini, apakah ada yang pernah melihat jurus pedang Ang Hoat Kiam Sian (Dewa Pedang Rambut Merah)?” tanya Cio San
Mereka kebanyakan menggeleng, tapi ada satu orang yang menjawab, “Saya pernah”
Orang ini salah satu pemuka Mo Kauw. Namanya Lok Sim
“Aku pernah melihat pertempurannya. Sayangnya, melihat pertempurannya, sama saja dengan tidak melihat pertempurannya. Ia bergerak sangat cepat”
Kata Cio San, “Saya sendiri belum pernah melihatnya secara langsung, tapi dari luka musuh-musuhnya, saya bisa melihat bahwa inti jurus pedangnya adalah gerakan ayunan lengan dari bawah ke atas. Apakah begitu saudara Lok Sim?”
“Hmmmm, aku tidak memperhatiakn secara jelas. Tapi saat saudara Cio San bilang begitu, aku mulai sedikit ingat. Memang kebanyakan gerakan jurusnya adalah dari bawah ke atas. Bagaimana saudara bisa tahu, padahal belum pernah melihat?”
“Aku hanya menduga saja, tapi itu tampaknya yang paling masuk akal. Gerakan pedang secepat dan setiba-tiba itu, hanya dimungkinkan kalau kita melakukan gerakan ayunan lengan dari bawah ke atas. Ambil contoh, jika pedang berada di pinggang sebelah kirinya, berarti saat ia mencabut pedang itu dari sarungnya, gerakan yang ia lakukan adalah dari bawah ke atas. Oleh sebab itu, jurus itu dilakukan tepat saat ia mencabut pedang dari sarungnya. Bersamaan dengan itu ia akan menyerang ke daerah dahi. Kalau ia menyerang dari arah lain, misalnya dari atas ke bawah, maka kecepatan, ketepatan, dan keefektifannya akan berkurang. Karena ia harus mengangkat pedang ke atas dulu, baru melakukan jurus menyerangnya. Perbedaan sepersekian detik itu saja, sudah menghasilkan perbedaan yang jauh sekali”
Semua orang manggut-manggut mendengar penjelasan Cio San. Ia lalu melanjutkan,
“Aku pernah melihat ‘hasil karyanya’ saat di Rumah Teng Teng dulu. Dan yang kuperhatikan, semua luka di dahi korbannya adalah dari sabetan pedang dari bawah ke atas. Ini memang aneh, karena jarang ada jurus pedang seperti ini. Tapi menurutku justru jurus inilah yang paling tepat. Karena posisi tangan kita, adalah selalu di bawah, di dekat pinggang. Itu adalah ‘titik 0’ posisi tangan kita. Jika semua gerakan dimulai dari situ, maka hasilnya akan sangat cepat dan efektif. Karena kita tidak perlu mengangkat tangan, atau membentuk posisi tangan yang umumnya dilakukan saat kita bersilat”
Ini memang dugaan Cio San yang sangat tepat. Orang yang bersilat, saat melakukan kuda-kuda, pastilah tangannya ada yang di angkat di depan dada, ada yang dikembangkan ke belakang, macam-macam bentuknya.
Tapi jurus sang dewa pedang tidak!
Ia tidak memerlukan gaya. Tidak memerlukan jurus. Tidak memerlukan posisi tangan. Semua gerakan dilakukan dari gaya ‘posisi 0’. Posisi paling normal dari tubuh manusia. Jika kau berdiri dengan tegak, maka secara normal, dada dan punggungmu tegak. Kepala tegak lurus dan mata memandang ke depan.Tangan berada di samping pinggang. Itulah ‘titik 0’ posisi berdiri manusia.
Jurus sang Dewa Pedang nampaknya mengambil pemahaman ini. Oleh sebab itu ia bergerak dengan efektif. Karena dilakukan dari ‘titik 0’, ‘titik tengah’. Mau ke arah manapun, dalam posisi apapun, jika dilakukan pada posisi seperti ini, maka akan efektif, dan cepat!
Itulah inti dari jurus pedang Dewa Pedang!
Dan Cio San mampu menduganya hanya dari melihat luka korban-korbannya.
Semua orang menyadari ini. Betapa cerdasnya Cio San. Tanpa terasa hati mereka tergetar juga. Memiliki sahabat atau musuh seperti ini, mau tidak mau hatimu akan tergetar.
“Kalau kita memperhatikan luka ketiga mayat ini, semua luka dibuat dari ayunan tangan atas ke bawah. Berlawanan dengan jurus Dewa pedang. Oleh sebab itu, aku yakin bukan ia yang membuat luka ini” kata Cio San
Sang Kaucu menukas, “Kalau bukan dia, lalu siapa? Sejauh ini hanya dia yang mempu membuat luka mematikan yang tidak mengeluarkan darah. Berarti maksudmu ada orang lain yang mempunya kemampuan yang sama sepertinya? Mampu membunuh tanpa mengeluarkan darah?”
“Kematian mereka bukan karena luka tusukan pedang, kaucu. Mereka mati karena racun!” kata Cio San.
Semua orang terhenyak! Racun!
“Dan racun itu pastilah ada racun yang sama, yang telah meracuni saudara-saudara sekalian”
Memang, meracuni ketiga tokoh utama dalam dunia persilatan itu bukan hal yang mudah. Jika bukan racun paling hebat, tidak mungkin mereka mudah diracuni orang.
“Dari mana kau tahu itu karena racun?” tanya Bun Tek Thian
“Lihatlah saat mereka mati, mereka tidak menghunus senjata. Semua mayat yang kulihat di depan rumah Teng Teng seluruhnya menghunus senjata”
“Bisa saja itu karena Dewa Pedang terlalu cepat sehingga ketiga orang ini tidak menghunus senjata”
“Tidak mungkin!” kata sang Kaucu. “Ketiga orang ini jauh lebih tinggi ilmunya daripada mayat-mayat di depan rumah Teng-Teng. Setidaknya mereka pasti bisa melakukan perlawanan”
“Benar, kaucu. Luk Hoan Tit, adalah ketua Perkumpulan Golok Emas’. Ilmu goloknya sudah menggetarkan kolong langit. Tidak mungkin ia bisa mati tanpa sempat menghunus goloknya sekalipun. Goloknya masih tersarung rapi di pundaknya.
Soe Sam Hong, ketua Perkumpulan Naga Lautan. Terkenal dengan kait saktinya. Kait itu masih tersarung rapi di kedua pinggang.
Ban Lang Ma, murid terbaik Siau Lim Pay. Walaupun terkenal dengan ilmu tangan kosongnya, setidaknya tidak mungkin mati hanya karena satu jurus.”
“Betul, pandanganmu tajam cucuku!” di saat begini Bun Tek Thian masih bercanda.
“Terima kasih kakekku yang tampan” balas Cio San.
Lama orang-orang terdiam memandang ketiga mayat itu.
Sang kaucu kemudian berkata,
”Jadi kesimpulanmu, mereka bertiga ini mati diracun dulu, baru kemudian pelakunya membuat luka di dahi mereka?”
“Betul sekali, kaucu. Coba perhatikan luka di dahi mereka, itu adalah akibat sabetan pedang yang diayunkan dari atas ke bawah. Beda dengan ciri khas Dewa Pedang yang mengayunkan dari bawah ke atas. Menurut dugaanku, saat mereka mati diracun dan rebah di tanah, pelakunya sambil berdiri membuat luka di dahi mereka. Seperti ini”
Cio San lalu mencontohkan gerakannya. Ia lalu menambahkan
Jika saudara-saudara melihat dari dekat, di sekitar luka di dahi itu ada beberapa luka lecet”
Semua orang menunduk lebih dekat untuk memperhatikan
“Luka itu disebabkan karena pelaku membersihkan darah yang menetas keluar dari dahi mayat-mayat itu. Tubuh yang sudah mati, tidak akan mengalirkan darah. Mungkin sedikit saja. Tapi karena sedikit saja itu bisa mencurigakan, maka pelaku mencoba membersihkan darah itu. Supaya benar-benar terlihat luka di dahi itu tanpa darah”
“Terus aku kagum dengan keluasan pandanganmu. Tidak gampang menyimpulkan hal seperti ini, tapi kau mampu melakukannya dengan cepat dan tepat” kata Sang kaucu. Diikuti dengan decakan kagum anggota Mo Kauw yang lain.
“Ah tidak berani,,tidak berani” kata Cio San tersenyum sambil bersoja.
Ia menambahkan, “Masih ada satu lagi yang kurang. Coba saudara-saudara perhatikan baju mereka. Apa pendapat saudara?”
Semua memperhatikan. Salah seorang berkata,
“Bajunya bau!”
Yang lain, “Bajunya ketinggalan jaman”
Satunya lagi, “Baju curian”
“Baju mereka baru!”
Begitu mendengar kalimat terakhir itu, Cio San mengangguk dan berkata, “Tepat sekali. Bajunya baru”
“Bagaimana saudara bisa tahu?” tanya salah seorang.
“Coba kalian cium baunya. Baju baru biasanya mengeluarkan aroma yang khas. Walaupun ketiga mayat ini sudah mulai membusuk, aroma ‘baru’ nya masih membekas di pakaian mereka. Warna pakaian mereka pun masih terang menyala”.
“Lalu kenapa jika baju mereka masih baru?”
“Bukankah itu sebuah kejanggalan? Mungkin saja mereka memang kebetulan memakai pakaian baru bersama-sama. Tetapi mungkin juga itu kebetulan. Apalagi Ban Lang Ma adalah seorang bhiksu. Mereka jarang sekali memakai baju baru”
Ia kemudian melanjutkan,
“Mereka memakai baju baru, karena baju mereka yang lama belepotan darah mereka sendiri. Darah yang mereka muntahkan karena keracunan. Lalu sang pelaku mengganti baju mereka, agar tidak ada orang yang curiga”
“Tapi itu justru menambah kecurigaanmu bukan? Aku mulai bisa menangkap, bahwa mayat ini memang sengaja dibuang di sungai agar ditemukan orang dan menimbulkan kehebohan. Siapapun si pelaku, ia ingin melimpahkan kesalahan itu kepada si Dewa Pedang.”
“Betul sekali kaucu” timpal Cio San “Oleh sebab itu mayat ini jangan sampai ketahuan. Kita harus menguburnya secara diam-diam. Nanti baru kita pikirkan bagaimana cara memberitahukan kematian mereka kepada orang-orang Kang Ouw. Mungkin menunggu sampai kita bisa menemukan pelakunya”
“Kau bisa menebak kira-kira siapa pelakunya?” tanya sang Kaucu.
“Saya belum berani menebak-nebak, karena jika saya mengambil kesimpulan terlalu cepat, bisa-bisa menutup kebenaran yang sesungguhnya. Malah akan membuat mata saya buta terhadap berbagai hal. Untuk sementara, sudah ada beberapa dugaan, tapi saya tidak berani mengemukakannya jika dugaan saya itu belum terbukti kebenarannya”
“Bagus!” sahut sang kaucu
0 Response to "Bab 31 Kematian Yang Mencurigakan"
Posting Komentar