Cio San beristirahat sejenak untuk menikmati keindahan alam desa yang asri dan indah itu. Berbasi-basi sebentar dengan penduduk disana. Cio San memperkenalkan dirinya sebagai Tan Liang San, seorang pemuda hijau yang sedang berkelana mengenal dunia.
Sama seperti kakek petani yang pertama kali ditemui Cio San, penduduk desa disitu pun menerima kehadiran Cio San dengan tangan terbuka. Bahkan ada beberapa yang menawarkan Cio San untuk menginap di rumah mereka. Dengan halus Cio San menolak tawaran itu dan berkata bahwa ia harus buru-buru sampai di kota terdekat.
Dari para penduduk Cio San kemudian mengetahui arah jalan menuju kota Liu Ya. Kota ini termasuk kota besar di daerah Kanglam. Menuju kesana membutuhkan jalan kaki yang cukup lama, serta penyebrangan sungai menggunakan perahu.
Setelah berpamitan dan memberi salam hormat, berangkatlah Cio San menuju kota Liu Ya. Perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki cukup panjang. Dari tengah hari sampai hampir menjelang senja baru Cio San tiba di sebuah dermaga kecil tempat perahu penyebrangan.
Ternyata hanya ada beberapa perahu yang ada disana. Cio San mendekati salah seorang yang ada disana, setelah menyepakati harga dimulailah perjalanan Cio San menyebrang sungai. Ini memang bukan penyebrangan pertama baginya, akan tetapi Cio San senang juga. Sudah lama sekali ia tidak menaiki perahu. Kenangan indah tentang masa kecil bersama ayah ibunya menaiki perahu sekejap terlintas di dalam pikirannya.
Di sepanjang perjalanan kembali Cio San mengagumi pemandangannya yang indah. Banyak rumah dan desa yang berada di sekitar sungai itu. Cio San juga menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan si tukang perahu. Banyak cerita yang ia dapatkan tentang keadaan kota Liu Ya. Ternyata menyenangkan juga mengobrol dengan si tukang perahu itu.
Hari sudah mulai gelap ketika Cio San tiba di dermaga kota Liu Ya. Si tukang perahu sangat senang sekali ketika menerima pembayaran Cio San. Ternyata kelebihannya banyak sekali. Cio San memang orang yang murah hati sejak kecilnya.
Begitu tiba di dermaga, Cio San memperhatikan keadaan sekelilingnya. Walaupun sudah mulai malam nampaknya kegiatan di dermaga itu tidak pernah sepi. Banyak orang masih menyebrang, atau membongkar barang muatan. Atau juga sekedar duduk-duduk di daerah dermaga itu.
Dari cerita si tukang perahu, Cio San tahu bahwa kebanyakan yang duduk-duduk itu adalah anggota Hai Liong Pang [perkumpulan Naga Lautan]. Mereka ini adalah perkumpulan yang menguasai dermaga-dermaga. Perkumpulan sejenis ini sangat banyak, dan kadang menguasai daerah tertentu. Kebetulan Hai Liong Pang ini yang menguasai dermaga-dermaga di daerah Kanglam. Ciri-ciri anggota Hai Liong Pang adalah menggunakan sabuk besi berwarna hijau dengan hiasan kepala naga di sabuknya.
Si tukang perahu berpesan agar jangan mencari gara-gara dengan mereka. Cio San pun memang tidak ada maksud untuk mencari perkara. Ia sebisa mungkin tidak melakukan hal-hal yang akan menimbulkan keributan agar tidak terjadi masalah yang tidak diinginkannya. Cio San sendiri pun memang tidak ada niat mencari perkara. Iya sendiri masih belum tahu apa yang ia lakukan di kota ini. Ia hanya ingin menikmati saja dulu keramaian ini. Sekian lama hidup di dalam gua, membuat ia sedikit terasing, dan tertinggal pengetahuannya. Cio San memutuskan untuk sekedar mengobrol atau mendengarkan pembicaraan orang-orang. Sekedar menambah pengetahuannya atas apa yang terjadi di dunia ramai.
Sambil berjalan keluar dari dermaga, ia merasa kagum juga dengan perkumpulan Hai Liong Pang itu. Mereka punya wibawa yang tinggi, dan mampu mengatur dermaga dengan baik. Walaupun mereka berwajah garang, mereka tetap bisa sopan kepada orang-orang di dermaga. Segala kegiatan di dermaga lumayan tertata rapi.
Kota Liu Ya, indah sekali di saat malam. Mungkin karena ini kota pelabuhan, Liu Ya sangat ramai. Lampion menyala dimana-mana. Di sepanjang jalan terdapat warung dan toko-toko. Orang yang berjualan di pinggir jalan pun tak kalah banyak. Bangunan di kota ini terlihat megah dan besar-besar. Sepertinya banyak orang kaya yang memilih tinggal disini. Mungkin karena kota pelabuhan seperti Liu Ya ini memang cocok untuk mengembangkan usaha dagang.
Cio San memilih sebuah warung sederhana yang walaupun tidak terlalu besar, tapi terlihat ramai. Ia ingin sekedar minum teh, dan mengisi perut. Ketika memasuki warungnya, si pelayan dengan ramah mempersilahkannya duduk. Untunglah masih ada sebuah bangku kosong di pojok warung itu.
Kagum juga Cio San melihat isi warung yang lumayan tertata rapi
Ia memesan seguci teh, sepiring nasi, sayur, dan daging. Tidak usah menunggu terlalu lama, pesanannya sudah tiba. Ia pikir,, pantas saja warung ini lumayan ramai. Pelayanannya lumayan menyenangkan. Rasa makanannya walaupun tidak terlalu istimewa, sudah termasuk enak.
Sambil makan, Cio San memperhatikan sekelilingnya. Ramai orang di warung ini rupanya sebagian besar dari kalangan Kang ouw (dunia persilatan). Di lihat dari dandanan mereka, dan senjata yang mereka bawa. Obrolan mereka pun seputar perkelahian dan dunia bu lim (kehidupan persilatan).
Percakapan yang kurang menarik, karena sebagian besar mereka hanya menceritakan pertempuran-pertempuran yang mereka menangkan, tentunya sambil ditambah-tambahi disana-sini.
“Saat aku menjatuhkannya, aku tidak perlu mengeluarkan pedangku dari sarungnya. Ilmunya yang paling terkenal, Naga menjemput mangsa, cuma kentut anak-anak. Hanya perlu beberapa jurus, sudah mampu kupecahkan inti sari jurus andalannya itu” kata salah seorang.
“Lalu bagaimana kakak Bhok mengalahkannya? Pakai jurus apa?” Tanya salah seorang
“Cukup paka jurus ke 5 ilmu andalanku, Menyongsong Badai menguak tabir. Begitu ia menyerang sambil melayang, aku sudah langsung melihat titik lemah serangannya, tanpa melolos pedang, segara ku totok titik hiat tit di lengan kirinya. Begitu tertotok, ia segera menyerah” jawabnya
“Terus?”
“Ku tinggal pergi saja. Tentunya tidak lupa membawa perempuan yang selama ini bersamanya. Hehehehe” jawabnya
“Oooh, berarti perempuan yang selama seminggu ini menemani kakak Bhok rupanya adalah gundik keparat itu? Pantas cantik sekali. Hahahahahahaah”
“Cantik memang, tapi bosan juga setiap hari perempuan itu menangis minta pulang. Aku bilang, ‘percuma kau pulang, si keparat Suma Kun Bun itu tidak bakalan menerima kau”
“Apa jawab si gundik?” Tanya temannya
“Dia cuma menangis saja, tapi setelah tidur bersama tiap hari, eh lama-lama tangisnya hilang. Dia malah minta tidur terus. Hahahahahahahah” jawabnya
“Ah perempuan itu ya begitu, bilang bosan, bilang takut, bilang marah, tapi kalau sudah diajak tidur, ya doyan juga” ucapan itu membuat seluruh isi warung tertawa. Maklum isinya laki-laki semua.
“Sekarang perempuan itu dimana, kakak Bhok?” Tanya salah seorang
“Di kamar penginapan” jawab orang yang dipanggil kakak Bhok itu.
“Wah, kau heras cepat-cepat pulang kakak Bhok, kalau dia kedinginan bisa masuk angin. Nanti harus kau lah juga yang mengkeroki punggungnya dengan pedang ‘tumpul’ mu” kata salah seorang, yang sudah pasti disambut dengan tawa gemuruh.
Obrolan saru macam ini, memang tidak lepas dari kehidupan Kang Ouw, terutama mereka yang dari golongan Hek (hitam). Tapi golongan Pek (putih) pun kadang-kadang mengobrol seperti ini. Dulu waktu kecil, ketika ia sering diajak ibunya mengunjungi di beberapa tempat, ibunya menyuruh Cio San agar menutup kuping. Kadang-kadang karena rishi ibunya memilih untuk mengajaknya pergi dari tempat-tempat dimana ada obrolan seperti ini.
Cuma karena Cio San memang masih kecil, ia kurang begitu paham maksud obrolan itu. Sekarang ketika sudah mulai dewasa, ia bisa mengerti kenapa ibunya selalu menyruhnya menutup kuping.
Warung mulai bertambah ramai. Cio San tak lupa memperhatikan siapa saja yang ada di warung itu. Memperhatikan senjata mereka, gaya berpakaian mereka, dan lain-lain. Sejak kecil ia memang suka memperhatikan sesuatu. Banyak tamu yang pulang, tapi juga banyak tamu yang datang.
Mengikuti obrolan itu, tahulah Cio San, siapa-siapa saja yang ada di situ. Orang yang disebut “kakak Bhok” itu bernama Bhok Gai Sun. Dia dijuluki Macan Barat. Makanya bajunya pun dari kulit macan. Bhok Gai Sun ini walaupun bukan termasuk pendekar kelas atas, namanya lumayan terkenal. Ia datang dari keluarga pemburu yang dikenal memiliki ilmu silat keluarga yang cukup baik. Tindak tanduk keluarga ini pun juga tidak terlalu tercela, walaupun juga tidak terlalu terkenal.
Teman-teman Bhok Gai Sun yang ada di warung itu pun juga adalah orang-orang kasta menengah di dunia kang ouw. Bukan pendekar-pendekar nomer satu, tapi juga bukan orang-orang lemah yang bisa dianggap enteng. Ada beberapa nama yang dikenal Cio San, seperti Oey See Kang, si malaikat wajah Iblis. Ada juga Tio Tay Li, orang dari Tionggoan selatan yang terkenal dengan jarum beracunnya. Nama-nama ini pernah Cio San dengar sekilas saat masih di Bu Tong san. Nama-nama lain yang ada di warung ini tidak pernah Cio San dengar.
“Kalau menurut kaka Bhok, siapa pendekar nomer satu di dunia ini yang masih hidup?” Tanya Oey See Kang.
“Menurutku? Wah banyak sekali yang masuk daftarku. Mereka harus diadu, baru bisa lihat siapa yang nomer satu”
“Siapa saja itu?” Tanya Oey See Kang lagi.
“Ciangbunjin Bu Tong Pay (ketua Butong pay), Lau Tian Liong. Ciangbunjin Siau Lim Pay(ketua siau lim pay), biksu Hong Tung, dan Ciangbunjin Mo Kau (ketua partai iblis) , Ang Soat.. Ketiga pemimpin partai besar ini pantas dijuluki pendekar nomer satu” kata Bhok Gai Sun.
“Bagaimana dengan si Pendekar Kelana, Can Liu Hoa?” Tanya Oey See Kang lagi,
“Ah pendekar kelana ini, tidak pernah ada kabar. Tindak tanduknya pun sangat misterius. Tidak pernah ada orang yang bisa melihatnya. Hanya kalau berindak, meninggalkan nama dengan goresan pedang. Aku sendiri tidak yakin orang ini betul-betul ada atau hanya dongeng saja.” Sahut Bhok Gai Sun.
“Tapi banyak pendekar yang mengaku kalah olehnya” sahut salah seorang.
“Entahlah. Bisa saja mereka mengaku kalah dan terluka oleh si Pendekar kelana, hanya supaya menutup malu. Cerita itu bisa saja mereka karang-karang supaya terlihat hebat, kalah oleh si pendekar kelana” kata Bhok Gai Sun.
“Ah bisa juga seperti itu ya” kata hamper semua orang yang ada di situ sambil mengangguk-angguk. Memang orang kang-ouw itu senang mendengar cerita seperti itu. Mereka kebanyakan senang jika ada pendekar lain yang kalah. Membuat mereka sedikit lega, bahwa ilmu silat mereka masih diatas pendekar-pendekar yang kalah itu.
“Nah itu kan pendekar kelas atas, angkatan tua. Semua orang mengakuinya, Bagaimana dengan yang angkatan muda?” Tanya salah seorang.
“Kalau angkatan muda, hmmm, tidak ada yang mampu mengalahkan pangcu (ketua) dari Kay Pang, orang she (marga) Ji bernama Hau Leng” kata Bhok Gai Sun.
“Ah benar..benar. Ji Hau Leng memang terkenal sekali. Masih muda, tampan, dan sudah mengepalai partai terbesar di Tiong Goan. Jumlah anggota tidak resminya saja mencapai puluhan ribu” orang-orang mengangguk tanda setuju.
“Tapi jangan lupa juga, dengan pendekar muda dari Bu Tong Pay, si Naga Harum, Beng Liong” kata Oey See Kang.
Cio San terhenyak,
Bhok Gai Sun berkata, “Ya benar, aku baru saja mau menyebut namanya. Dia pendekar muda gagah, yang tindak tanduknya gagah. Cuma memang sepertinya ilmunya masih dibawah Ji Hau Leng. Namun melihat tindak tanduknya yang tidak kalah gagah, rasa-rasanya dia memang masuk dalam kelas pendekar muda nomer satu. Umurnya baru 20, mungkin juga belum genap. Beda 7 tahun dengan Ji Hau Leng. Tapi rasa-rasanya ilmu mereka ya tidak begitu beda jauh. Masalah tampang, ya masih menang Beng Liong. Cara berpakaiannya pun mengagumkan. Rasanya, kalau masalah menjatuhkan perempuan, si Beng Liong jelas lebih unggul dari Ji Hau Leng.” Kalimat terakhir ini membuat yang hadir tertawa terbahak-bahak.
“Memang Beng Liong ini tampan dan gagah. Aku sudah pernah bertemu dengannya sekali. Itu pun hanya melihat dari jauh. Aku saja yang laki-laki ini iri dengan tampangnya. Kenapa bukan tampangku yang sepert itu ya? Hahahahahaha” ujar salah seorang.
“Iya, dia tampan sekali. Tindak tanduknya pun gagah. Dengar-dengar, ia tidak pernah mau membunuh orang ya? Walalupun itu perampok ganas sekali pun, jika sudah kalah dan menyerah, pasti diampuni Beng Liong.”
“Yang kudengar juga seperti itu, ia pun wangi sekali. Dari jauh saja wanginya sudah sampai ke hidungku. Kadang ada orang yang wanginya itu menyenangkan. Aku tidak suka wangi-wangian yang keterlaluan. Tapi wanginya si Beng Liong ini memang lembut sekali. Seperti wangi bayi. Kudengar dari obrolan orang, sejak kecil tubuh Beng Liong memang sudah direndam orang tuanya di ramuan khusus. Makanya tubuhnya lah yang wangi. Bukan wangi-wangi buatan yang biasa kita semprot di pakaian kita untuk menutupi bau keringat kita yang seperti cuka. hahahahahaha” seluruh ruangan tertawa, Cio San pun ikut tertawa. Sekian lama bersama Beng Liong dulu di Bu Tong San, memang tubuh Beng Liong sangat harum. Saat berkeringat, harumnya pun semakin bertambah. Dulu Cio San mengira Beng Liong memakai pewangi khusus, tahunya ternyata sejak kecil memang ada memakai ramuan khusus.
“Jelas Beng Liong ini jadi pujaan hati perempuan. Kalo dibandingkan dengan ketua perkempulan pengemis yang kotor dan bajunya penuh tambal, jelas menang kelas lah. Hehe. Eh,,kakak Bhok, bicara tentang perempuan, siapa dari golongan muda, yang merupakan pendekar perempuan kelas atas?” Tanya Tio Tay Li.
“Aha, kalo bicara perempuan, inilah kehebatanku, haha. Menurutku, pendekar wanita paling mantap adalah Khu Ling Ling. Huaaaaa,,dia cantik sekali.” Kata Bhok Gai Sun, sambil membelalakkan mata, dan menjlita liur di lidahnya.
“Maksud kakak Bhok, Khu Ling Ling dari keluarga Khu yang terkenal itu?”
“Benar. Umurnya baru 19 tahun. Tindak tanduknya pun gagah. Wajahnya cantik sekali, bagai dewi dari khayangan. Aku belum pernah melihat perempuan secantik itu. Umurnya masih muda tapi sudah memiliki ilmu silat kelas atas. Guru-gurunya pun bukan orang sembarangan. Keluarga Khu memang sangat kaya sanpai-sampai bisa mendatangkan guru-guru dan pesilat hebat semua” kata Bhok Gai Sun.
“Bicara tentang keluarga Khu, memang tidak ada habis-habisnya, kakak Bhok. Mereka itu keluarga paling kaya di Tiong goan (daratan china). Keluarganya pun unik sekali.” Kata Oey See Kang.
“Eh, kau tau juga tentang keluarga Khu” Tanya orang she (marga) Bhok
“Ah, siapa di kolong langit ini yang tidak kenal dengan keluarga Khu. Khu-Hujin (nyonya besar) Khu adalah salah satu wanita paling terkenal di toing goan. Hanya orang pikun yang belum pernah dengar namanya”
Lanjutnya, “Nyonya Khu ini, walaupun dipanggil nyonya, seumur hidup belum pernah menikah. Umurnya sudah sekitar 70 tahun. Tapi amat cantik dan awet mude seperti wanita umur 40 tahunan. Rambutnya masih hitam semua. Karena tidak pernah menikah, beliau hanya memiliki anak angkat. Beliau memiliki 3 anak angkat. Semuanya menggunakan she (marga) Khu juga. Yang pertama Khu Ho, yang sekarang menjadi jendral di istana. Yang kedua seorang wanita bernama Khu Swat Ing, dia menikah dengan seorang saudagar kaya juga, malah kekayaan keluarga Khu dan kekayaan keluarga itu sudah disatukan menjadi usaha dagang terbesar di Tiong goan ini. Anak nyonya Khu yang terakhir adalah Khu Kun Tiong. Seorang penggemar ilmu silat, namun bakatnya tidak besar. Si Khu Kun Tiong inilah ayah dari Khu Ling Ling. Dia berkuasa di seluruh Kang Lam. Usaha dagangnya amat maju, dan termasuk punya nama di kalangan Kang-ouw” jelas Oey See Kang.
“Ya benar” sahut salah seorang, “Yang ku dengar, keluarga Khu ini memang kaya sekali. Khu hujin (nyonya Khu) ini memang lahir dari keluarga saudagar. Ia anak tunggal. Berkat kerja kerasnya, ia mampu membangun usaha dagang yang sangat besar dan berpengaruh. Kekayaan keluarga ini sudah tak bisa dihitung dan dibayangkan. Kata orang, jika kau keluar dari gerbang rumah mereka, dan membedal kudamu selama sepuluh hari berturut-turut sekencang-kencangnya, kau masih akan tetap dalam tanah milik keluarga mereka.”
Orang-orang di dalam warung menggumam terkagum-kagum. Tidak terkecuali Cio San. Seumur hidup dia tidak bisa membayangkan ada orang sekaya itu.
“Usaha dagang keluarga ini sangat maju, hingga setiap kota dan desa di tionggoan ini salah satunya pasti ada cabang toko atau usaha milik keluarga Khu. Kalian bisa bayangkan betapa kayanya mereka. Apalagi anak sulung nyonya Khu adalah jenderal di kotaraja. Ini semakin menguatkan posisi keluarga Khu di mata orang”
“Belum lagi ditambah, anak keduanya itu yang menikah dengan saudagar kaya juga. Bertambahlah kekayaan mereka. Cuma memang yang paling dikenal orang0orang kang ouw, adalah anak bungsunya itu Khu Kun Tiong. Ia akrab dengan orang-orang Kang Ouw, dan juga tindak tanduknya lumayan gagah. Ia sering menolong banyak orang. Sumbangan-sumbangan uang dan kebutuhan pokok pun tidak pernah berhenti. Orang-orang yang tinggal di tempat ia tinggal semua merasakan ‘cipratan’ nya.”
“ Ah bosan aku membahas keluarga ini. Cerita yang sama ku dengar berulang-ulang. Aku lebih tertarik membahas Khu Ling Ling, hehehehe” kata Bhok Gai Sun. Ia melanjutkan, “Eh apa kalian tahu siapa saja guru Khu Ling Ling?”
Tanpa menunggu orang-orang menjawab, ia sudah melanjutkan lagi,
“Guru-guru Khu Ling Ling, ada 4 orang. Setahuku ada Nikoh sakti dari Go Bi Pay, dialah pemimpin Go Bay yang baru bernama Bu Goat. Walaupun ilmunya masih dibawah ciangbunjin partai besar yang lain, tapi jelas namanya masuk 5 besar orang-orang paling sakti di kang ouw pada jaman ini. Selain Bu Got, Khu Ling Ling juga belajar dari pendekar pengalana yang juga sakti bernama Chin Yoksu. Ada lagi satu orang guru yang aku lupa namanya. Tapi seingatku guru ini juga perempuan. Dia tidak begitu sakti ilmu silatnya, namun memiliki ilmu menukar wajah, alias menyamar.”
“Apa yang kakak Bhok maksud, si dewi 100 wajah, Lu Pek Lian?” Tanya salah seorang
“Ya benar, si dewi 100 wajah. Konon yang katanya tidak ada seorang pun yang tahu wajah aslinya itu”
Mendengar ini Cio San teringat sesuatu. Dulu rasa-rasanya ketika masih kecil sekali, ia pernah diajak ibunya pergi ke rumah keluarga Khu Kun Tiong ini. Entah urusan apa, Cio San tidak begitu jelas. Yang pasti mungkin urusan Go Bi Pay, karena ibunya adalah murid Go Bi Pay. Cio San juga ingat beremu seorang gadis kecil yang cantik sekali. Mungkinkah gadis itu adalah Khu Ling Ling yang dimaksud orang-orang itu? Entahlah.
“Eh teman-teman, aku harus pulang dulu, gundik ku nanti kedinginan, aku pun tahu-tahu kepingin tidur setelah kita membicarakan Khu Ling Ling,, hahahahahah” tawa Bhok Gai Sun.
“Hahaha,kita ini para laki-laki, kalau sudah terkena urusan perempuan harus segera disalurkan. Kalau tidak bisa jadi penyakit. Ayo kakak Bhok, aku juga mau mampir dulu ke Rumah Teng Teng”
mendengar rumah Teng Teng disebut, semua orang tertawa terbahak-bahak. Ramai-ramai mereka pun berdiri dan menyahut, “Aku ikut-aku ikut”
mendengar rumah Teng Teng disebut, semua orang tertawa terbahak-bahak. Ramai-ramai mereka pun berdiri dan menyahut, “Aku ikut-aku ikut”
Tak berapa lama, warung pun sepi. Cio San pun tertawa. Ia membayar makan dan minumnya lalu ikut keluar juga.
0 Response to "Bab 13 Di Sebuah Warung Kecil"
Posting Komentar