Keramaian sudah usai.
Menarik sekali ketika sepi kembali datang. Seperti tidak ada satu pun yang terjadi.
Benak Cio San tak henti berpikir. Siapakah pendekar berbaju putih tadi? Apakah dia yang disebut Pendekar Kelana Hu Liu Hoa? Tapi di lihat dari umurnya, tidak mungkin si Baju Putih itu adalah sang pendekar Hu Liu Hoa. Si pendekar besar itu menurut kabar sudah cukup sepuh.
Lalu siapa dia?
Cio San memutuskan berjalan santai sambil berpikir. Kadang memang otaknya bekerja lebih baik kalau sedang berjalan-jalan. Lama ia berjalan dan berputar-putar tak tentu arah. Pikirannya tenggelam dalam banyak hal.
Ketika sampai di sebuah gang yang sunyi. Dengan serta merta ia melompat ke atas atap. Gerakannya ini sedemikan cepat, jauh lebih cepat jika kau mengedipkan matamu.
Ia telah berada di atas atap. Dan ia tidak sendirian. Seseorang pun sedang berdiri di hadapannya. Orang yang berdiri di hadapannya ini menggunakan baju hitam-hitam. Wajahnya bertopeng. Tapi dari sinar matanya, ia sepertinya kaget bahwa Cio San kini berdiri di hadapannya.
“Selamat malam, Yap-heng (kakak Yap)” Cio San memberi hormat.
Orang bertopeng di hadapannya itu lebih kaget lagi.
“Da…dari mana kau tahu namaku?”
“Cayhe banyak berpikir akhir-akhir ini, Yap-heng” jawab Cio San sambil tersenyum. Lanjutnya, “Kau pasti kaget aku tahu rahasiamu bukan?”
Orang yang disebut Yap-Heng itu tidak mampu berkata apa-apa.
Cio San lalu berkata,
“Aku tahu sejak beberapa bulan ini ada orang yang terus menguntitku. Pada awalnya aku tak tahu siapa itu. Jadi ku biarkan saja kau mengikutiku sampai saat ini. Setelah kejadian kematian Tionggoan Ngo Koay beberapa saat tadi, aku baru yakin bahwa kaulah yang menguntitku selama ini”
“Ba..ba..bagaimana bisa?” tanya si orang bertopeng.
“Sejak kejadian penghancuran goa dan pembunuhan sahabatku, Kim Coa (ular emas), kau sebenarnya sudah tertarik kepadaku. Kau tahu aku tidak mati, makanya kau sangat kaget. Bahwa aku mampu menahan pukulan kalian. Ketika kau tahu aku tidak mati, timbul pikiran dalam otakmu untuk menyelidiki aku lebih lanjut. Maka kau membiarkan aku pingsan. Selanjutnya kau memberikan aku baju dan uang. Kau melakukan itu bukan untuk menolongku, melainkan karena penasaran terhadap rahasia siapa sebenarnya aku.”
“Setelah itu kau menguntitku sampai ke kota ini. Ketika ada 2 orang asing yang menguntitku, kau khawatir bahwa keberadaanku yang penuh rahasia ini akan bocor ke pihak lain, maka kau membunuh mereka dengan am gi (senjata rahasia).”
“Pada awalnya kupikir mereka adalah anak buahmu, dan kau membunuh mereka karena takut rahasia mereka bocor. Tapi setelah kupikir-pikir, sebenarnya tidak ada alasan bagimu untuk membunuh mereka jika mereka memang betul-betul anak buahmu. Justru karena mereka bukan anak buahmu maka kau membunuh mereka. Karena kau khawatir ada pihak lain juga yang penasaran dengan keberadaanku.”
“Jadi kesimpulanku adalah, ada dua pihak yang mengikutiku. Yang pertama adalah kau. Dan yang kedua adalah pihak petani tua yang memberikanku sepatu. Mungkin saja ia mengirimkan kabar kepada anak buahnya untuk menguntitku. Lalu karena khawatir saingan, kau lalu membunuh mereka”
Si orang bertopeng lalu mencopot topengnya. Dan berkata,
“Memang sungguh aku kagum kepada kecerdasanmu, Cio San. Di dunia ini belum pernah ketemui orang secerdas kau. Tak ada guna lagi aku memakai topeng ini”.
Ia lalu bertanya, “Lalu bagaimana kau sampai tahu bahwa aku Yap-heng yang kau duga tadi?”
“Awalnya aku tidak tahu. Aku selama ini membiarkan jendela kamarku terbuka pada saat tidur, sebenarnya untuk memancingmu untuk melakukan sesuatu. Tapi kau tidak melakukan apapun. Berarti mungkin selama ini, kau masih penasaran siapa sebenarnya aku. Lalu sejak kejadian pertarunganku dengan pasangan suami-istri iblis itu, kau lalu tahu siapa aku. Dari namaku saja, kau tahu bahwa aku adalah buronan yang dituduh membawa kabur kitab silat sakti.”
“Aku sebenarnya menunggu-nunggu tindakan apa yang kau lakukan. Tapi kau tidak bertindak. Bisa kau jelaskan kenapa?” tanya Cio San
“Bagaimana mungkin aku bertindak saat banyak mata-mata Khu Hujin yang tersebar di sana? Tidak hanya orang-orang Khu Hujin yang berada di sana, tapi juga banyak dari pihak-pihak lain juga. Melakukan sesuatu malah akan membocorkan identitasmu. Itu malah akan merupakan suatu kerugian bagiku, jika ada orang lain yang tahu identitasmu yang sebenarnya. Oleh karena itu aku menunggu saat yang tepat. Cio San, sebenarnya aku masih bingung bagaimana kau bisa tahu identitasku?” tanya Yap-heng.
“Ketika orang yang berbaju putih tadi membunuh Tioanggoan Ngo Koay. Aku baru tersadar bahwa mereka sebenarnya 6 orang, bukan 5. Jika mereka dalam bahaya, kau seharusnya turun tangan membokong musuh mereka. Tapi tadi kulihat tidak ada mayatmu. Jika kau bersembunyi pun, aku tahu si baju putih tadi pasti akan tahu dan menemukanmu. Jadi ku pikir, pasti kau berada di suatu tempat. Sedang melakukan sesuatu yang jauh lebih penting ketimbang menjadi bayangan Ngo Koay. Jika dihubungkan dengan kejadian saat peledakan goa, maka masuk akal lah, bahwa selama ini kau lah yang menguntitku.”
“Selama ini aku pun selalu mengawasimu. Mengingat-ingat gerakanmu. Menghafalkan dengan benar langkah kakimu. Walaupun harus ku akui langkah kakimu sangat ringan dan tak terdengar. Untunglah kupingku masih bekerja dengan baik.”
“Kau,,,bisa membedakan langkah kaki orang?” Yap heng bertanya dengan terbata-bata
“Sekali tahu, tidak pernah lupa” jawab Cio San sambil tersenyum. Lalu ia menambahkan,
“Aku pun bisa tahu, bahwa begitu kau tahu bahwa Tionggoan Ngo Koay sudah mati, konsentrasimu sedikit terganggu. Langkah mu menjadi sedikit berat. Desahan nafasmu pun mulai berbeda. Kau tahu saat aku berjalan-jalan tadi, aku memperhatikan bahwa kau tidak bisa memusatkan perhatianmu kepadaku, sehingga jarak antara kita menjadi sangat dekat. Aku bisa “mendengar” apa yang terjadi denganmu. Mungkin kau bingung antara mengurusi jenazah kawanmu 5 orang itu, atau terus mengikutiku. Karena aku yakin, kau sebenarnya ingin melakukan sesuatu malam ini terhadapku ”
Kata Yap-Heng, “Di dunia ini belum pernah kutemui orang yang lebih menakutkan daripada engkau, Cio San. Sekarang, apa yang akan kau lakukan kepadaku? Lari pun aku tak mampu, apalagi melawanmu” katanya pasrah
“Kau boleh pergi” kata Cio San dengan ringan
“Apa?” Yap heng sudah mulai tidak percaya dengan telinganya
“Ya. Kau boleh pergi. Ketahuilah aku tidak membawa lari kitab apapun. Semua ilmu yang kupunyai, kebanyakan kupelajari dari Kim Coa (ular emas). Oleh karena itu, tidak ada satupun yang bisa kau ambil atau minta dariku. Aku pun tak akan membalaskan dendam kematian Kim Coa, karena bagiku kematian seseorang sudah ditakdirkan. Keadilan sudah datang dengan matinya kelima sahabatmu itu.”
“Maka pergilah, aku tidak mempersoalkan apa-apa. Tapi jika kau menggangguku, atau mengganggu orang-orang di Lai-Lai. Aku mempunyai kemampuan yang sangat menakutkan. Aku akan mencarimu.”
“Baiklah” kata Yap-Heng. “Kemurahan hatimu akan kuingat terus. Ampunanmu ini tidak akan terlupakan. Selamat tinggal Cio San” Yap-heng bersoja (memberi hormat ala kaum Bu Lim) lalu ia pun menghilang dari hadapan Cio San.
Entahlah apa yang ada di benak Yap-heng. Mungkin saja ia berfikir, “Alangkah sialnya orang yang dimusuhi oleh Cio San!”
0 Response to "Bab 23 Sebuah Teka Teki Yang Terkuak"
Posting Komentar