Bab 14 Dua Orang Yang mencurigakan

Cio San keluar warung sederhana itu. Di luar masih ramai saja. Orang-orang disini berjualan sampai larut malam nampaknya. Sebuah ciri kota besar. Cio San berjalan tak tentu arah. Awalnya dia ingin mengikuti rombongan orang-orang tadi ke rumah Teng Teng. Namun ia membatalkan niatnya. Sedikit banyak Cio San paham seperti apa rumah Teng Teng itu. Ayahnya pernah bercerita bahwa ada sejenis rumah, yang isinya wanita-wanita cantik. Di situ banyak lelaki menghabiskan uang dan waktunya. Untuk bersenang-senang tentunya. Rumah Teng Teng ini mungkin merupakan salah satu dari jenis rumah tersebut.

Ia berjalan dengan santai, sambil memperhatikan sekitarnya. Cio San pun mulai menghafal jalan. Daya ingatnya sejak kecil memang sangat baik. Sekali tahu, tidak akan lupa. Cio San mencoba mengatur pernafasan, dan mengerahkan tenaga dalam. Walaupun belum pulih seluruhnya, setidaknya 8 dari sepuluh bagian tenaganya sudah pulih.

Sambil menkmati pemandangan megah dan keramaian, ia mengingat-ingat tempat-tempat apa saja yang ia lalui. Ada toko pakaian, restoran-restoran makan, penginapan, toko bahan makan, toko baju, toko obat. Toko obat? Wah tempat yang dicarinya.

Ia membeli beberapa bahan obat yang tidak didapatinya di hutan dan di sepanjang perjalanannya. Toko Obat ini lumayan lengkap bahan-bahannya. Si pemilik toko obat ini juga lumayan heran dengan pengetahuan Cio San tentang obat-obatan. Ketika ditanya “belajar di mana?” , Cio San menjawab bahwa ia tidak paham obat, dan hanya membeli berdasarkan pesanan tuannya yang sedang tinggal sementara di penginapan.

Selesai membeli obat, Cio San pun keluar. Pandangan matanya tak sengaja melihat dua orang yang berdiri mengobrol tak jauh dari pintu toko obat. “Hmmm, aku melihat dua orang ini di dermaga, dan juga kemudian di warung tadi. Mereka masuk ke warung tak berapa lama setelah aku”

Ada perasaan curiga di hati Cio San. Pengalamannya selama ini, sejak dari kecil ia sekeluarga dikejar-kejar orang. Lalu kemudian kejadian di Bu Tong San, membuat Cio San semakin waspada.
“Apakah kedua orang ini membuntuti aku?” tanyanya dalam hati. Cio San memutuskan untuk menguji saja.

Ia berjalan dengan santai. Dari perasaannya yang tajam, ia tahu kedua orang itu pun berjalan di belakangnya. Cio San mempercepat langkahnya, sambil pura-pura melihat keramaian. Kedua orang di belakangnya pun berjalan cepat. Ia belok masuk ke sebuah gang. Lalu sebelum kedua orang itu ikut membelok, ia secepat kilat menggunakan ilmu ringan tubuhnya.

Sekejap mata Cio San telah berada jauh, dan menghilang ke gang yang lain. Lama ia menunggu di gang itu, berpura-pura melihat barang-barang yang ada di toko kecil yang kebetulan berada di gang itu. Tak lama kedua orang itu pun muncul lagi. Cio San kini hampir yakin bahwa kedua orang itu memang membuntutinya.

Ia melakukan cara yang sama beberapa kali untuk memastikan. Ia berjalan pelan, memasuki keramaian, belok gang, lalu menghilang. Setiap kali kedua orang itu tertinggal jauh, namun selalu tepat mengetahui jalan mana saja yang diambil Cio San.

Kini ia sepenuhnya yakin ia sedang diikuti. Cio San sudah hampir berkeliling separuh pusat kota ini, dan ia telah hafal jalan dan gang-gang sempitnya. Sekali lagi Cio San melakukan hal yang sama, jalan lambat, cepat, lalu menghilang di balik gang. Ia kini memilih gang sempit yang sunyi. Kebetulan gang itu pun buntu. Dalam gang buntu yang sempit dan gelap itu. Ia melayang ka atas atap. Kakinya menginjak genteng dengan tanpa suara sedikitpun.

Tak lama kedua orang itu pun muncul di gang. Mereka kaget ketika ternyata gang itu adalah gang buntu. Salah satunya berbisik, “Ah gang buntu rupanya, kemana dia?”

Suara bisikan itu sangat pelan, hampir tak terdengar. Tapi seluruh indra Cio San sudah terlatih sejak 3 tahun di dalam gua. Matanya sangat tajam dalam kegelapan. Telinganya sangat tajam mendengar suara sekecil apapun.

Tau-tau Cio San muncul di hadapan kedua orang itu. Mereka kaget setengah mati saat tau-tau Cio San sudah ada di hadapan mereka.

“Apakah tuan-tuan mencari boanpwee (sebutan untuk merendahkan diri)?” Tanya Cio San sambil tersenyum.

Mereka kaget, tapi masih bisa menjaga gengsi, “Benar, kami mencarimu. Kami adalah anggota Hai Liong Pang. Kami curiga kau mencuri sesuatu di dermaga, harap ikut kami ke markas pusat untuk di geledah”

“Baiklah” kata Cio San sambil tersenyum.

Kedua orang itu pun tersenyum, mungkin dalam pikiran mereka, gampang sekali menaklukan orang ini. Tanpa harus melakukan perlawanan. Tapi sebelum senyum mereka menghilang, tau tau tubuh mereka telah tertotok.

“Cepat kalian mengaku, apa maksud kalian sebenarnya?. Sudah jelas kalian bukan orang Hai Liong Pang” Tanya Cio San

“Kami benar-benar orang Hai Liong Pang. Lihat sabuk tanda anggota kami. Apa kau berani macam-macam dengan kami? ketahuilah bahwa perkumpulan kami menguasai seluruh kota ini. Kau tak akan sanggup macam-macam jika berurusan dengan kami” kata salah seorang..

“Jika aku memang dituduh mencuri, kenapa kalian repot-repot menguntitku? Kalian bisa saja menangkapku saat aku sedang di warung, bukan?” Tanya Cio San

“Eh,..eh...kami harus memastikan dulu,...apa benar kau orang yang kalian cari” jawab salah seorang tergagap.

Cio San tersenyum, itu jelas jawaban mengada-ada. Ia bertanya lagi, “Kalian berdua kan anggota perkumpulan terbesar disini, mengapa jalan saja tidak hapal? Kalian bahkan tidak tau kalau gang ini buntu bukan?”

“ Kami...kami....”

Belum selesai omongan mereka, mata mereka melotot dan tubuh mereka mengejang. Cio San kaget dan paham bahwa seseorang telah menyerang kedua orang itu. Dengan sigap ia melompat ke arah datangnya suara. Mungkin dari atas atap di belakang kedua orang itu. Namun begitu sampai diatas atap, tidak ada siapa-siapa disitu.

Ia melengok ke bawah dan melihat begitu banyak orang di pasar. Bagaimana mungkin ia bisa mencari pelakunya di tengah pasar yang ramai.

“Seseorang membunuh mereka. Ia tidak mungkin berada di atas atap ini, karena aku pasti akan tahu. Kemungkinan besar, ia berada di seberang jalan, di atap rumah lain yang dekat dengan pasar. Ilmu melempar am gi (senjata rahasia) nya hebat sekali. Dari jarak sejauh itu, ia bisa melempar dengan tepat” pikir Cio San

Ia memeriksa tubuh kedua orang itu, tapi ia bergidik ngeri ternyata mayat kedua orang itu sudah hangus menghitam. Cio San menyesal sekali tidak dapat menyelamatkan mereka.

“Aku seharusnya lebih waspada. Aku sudah dengar suara lemparan Am Gi itu, tapi tidak bereaksi cepat. Ku pikir hanya sekedar suara yang berasal dari pasar. Cio San, kau harus lebih waspada, dan pintar” Ia berkata pada dirinya.

“Kedua orang ini pastilah orang suruhan. Mereka dibunuh untuk menutupi jejak. Mereka pasti bukan anggota Hai Liong Pang, dan hanya menyamar. Tapi bagaimana mereka bisa mengikuti jejak ku. Setiap aku bergerak cepat dan menghilang, mereka pasti bisa menemukan jejakku. Apakah ada dari bagian tubuhku yang meninggalkan jejak? Apakah bau badanku? Ataukah jejak kaki?. Bau badan jelas tidak mungkin, karena di daerah seramai ini, amat sulit membedakan bau badan. Jejak kaki pun sulit, karena daerah ini pun ramai dengan jejak kaki orang...”

Ia berfikir keras. Lalu ia mencopot sepatu dan memperhatikan bagian bawah telapak sepatunya. Ternyata di situ ada dua buah kayu kecil yang timbul. Jika dipakai, kedua kayu kecil itu menandakan bekas kecil di tanah. Kecil saja, namun jelas bagi siapa yang mau memperhatikan.

“Kakek petani itu...yang memberikan sepatu kepadaku…., dia..dia..” Cio San sangat kaget. Dunia memang sungguh asing baginya.

Kejadian ini memang sungguh aneh baginya, tapi juga masuk akal. Pertama-tama, kakek petani itu pasti memberikan sepatu yang memiliki penanda jejak di kakinya. Sesudah itu ia bisa saja mengirimkan pesan kepada orang-orangnya di dermaga. Mungkin dengan menggunakan burung merpati. Karena itu satu-satunya cara menyampaikan pesan dengan cepat dan tepat, tanpa dicurigai.

Lalu setelah menerima pesan, kedua anggota itu lalu menguntitnya. Ciri-ciriya sudah ketahuan. Tinggal mengikuti tanda jejak sepatunya saja. Tapi buat apa membuntutinya? Ia tidak memiliki harta apa-apa. Tidak memiliki pusaka apa-apa yang bisa diperebutkan. Satu-satunya kemungkinan yang paling masuk akal adalah: Kakek petani itu tahu siapa Cio San.

Tetapi dari mana kakek itu tau?. Tidak ada ciri-ciri mencurigakan pada diri Cio San. Bagaimana mungkin kakek ini tahu, bahwa dialah buronoan Bu Tong Pay yang juga menjadi incaran kaum kang ouw. Lalu jika kakek itu tahu, kenapa sejak awal tidak menangkapnya? Malah menyuruh orang menguntitnya.

Otak Cio San berfikir keras sekali. Tak terasa ia bergidik juga. Dunia kang ouw penuh intrik, misteri, dan rahasia-rahasia yang tak dimengertinya. Ia memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah penginapan di dekat situ.

“Malam ini, aku mungkin tidak dapat tidur, dan harus menguras pikiranku. Mulai saat ini, hidupku mungkin akan selalu ‘ramai’. Tak ada waktu sedikitpun untuk hidup bebas lepas. Rahasia-rahasia ini harus terpecahkan. Hidupku, mulai saat ini tak akan pernah tenang. Akan ada pembunuhan rahasia, akan ada penguntitan, akan ada banyak hal. Waspada dan waspada. Hanya itu yang bisa ku lakukan.”

Ia kini di pembaringan. Memutar otak dengan keras terhadap apa yang baru saja terjadi.


Related Posts:

0 Response to "Bab 14 Dua Orang Yang mencurigakan"

Posting Komentar