Ji-ok yang biasanya amat yakin akan kemampuan sendiri, yang biasanya memandang rendah kepada pihak lawan, sekali ini merasa penasaran bukan main dan hal ini mendorong kemarahannya menjadi semakin memuncak sampai napasnya terengah-engah dan dari atas kepala yang penuh rambut putih itu mengepul uap putih yang tebal!
“Mampuslah engkau! Haiiittt....!”
Tiba-tiba nenek itu merendahkan dirinya untuk membiarkan suling itu meluncur lewat, lalu kakinya mengirim tendangan kilat ke arah dada Ci Sian. Bukan sembarang tendangan karena tendangan itu dilakukan sambil meloncat dan merupakan tendangan berantai, dilakukan oleh kaki bersepatu yang dilapisi besi meruncing itu. Bertubi-tubi kedua kaki itu menendang, dan setiap kaki dapat melakukan tendangan berantai sampai tiga empat kali mengarah bagian-bagian berbahaya dari tubuh lawan!
Terdengar suara “tak-tuk-tak-tuk” ketika Ci Sian mengelak dan menangkis dengan sulingnya sampai akhirnya nenek itu terpaksa menghentikan serangan tendangan berantai yang selain tidak berhasil, juga membuat kedua kaki yang terbungkus sepatu itu terasa nyeri bertemu dengan suling emas. Akan tetapi masih dua kali ia menendang dan sekali ini, dari pinggiran ujung sepatunya menyambar sinar kecil-kecil merah ke arah tubuh Ci Sian!
“Tring-tring-tring....!”
Paku-paku berwarna merah yang mengandung racun itu runtuh semua ketika tertangkis suling dan dengan marah Ci Sian memutar sulingnya, menggunakan jurus yang ampuh dari Kim-siauw Kiam-sut untuk balas menyerang. Gulungan sinar keemasan dari suling itu menghimpit dan nenek itu terpaksa berloncatan mundur karena terdesak oleh serangan suling berubi-tubi yang mengeluarkan bunyi melengking tinggi itu.
Untuk menghindarkan diri dari serangan suling bertubi-tubi yang sinarnya menggulung dirinya itu, terpaksa Ji-ok harus melempar tubuhnya ke belakang, ke atas tanah lalu ia bergulingan sampai jauh. Ketika Ci Sian yang melihat lawan bergulingan menjauhi ini mengejar dengan serangan sulingnya, dengan hati girang karena lawannya memperlihatkan kelemahan, tiba-tiba saja Ji-ok melakukan penyerangan dari bawah, mempergunakan ilmunya yang ampuh, yaitu Kiam-ci (Jari Pedang). Telunjuknya menusuk atau menotok, mengeluarkan suara bercicitan seperti tikus terjepit dan dari telunjuk tangannya itu keluarlah sinar berkilat yang mengandung hawa dingin sekali!
Melihat telunjuk lawan menuju ke arah tenggorokannya, dan merasakan hawa dingin yang menyambar, Ci Sian lalu menggerakkan tangan kirinya menangkis sambil mengerahkan Hwi-yang Sin-kang atau sin-kang yang mengandung hawa panas yang pernah dilatihnya dari Pendekar Pulau Es Suma Kian Bu.
“Tasss....!”
Pertemuan dua tenaga yang saling bertentangan itu merupakan benturan keras lawan keras. Akibatnya, keduanya terdorong ke belakang, Ji-ok merasa betapa seluruh lengannya tergetar dan panas sekali, sebaliknya Ci Sian cepat mengerahkan sin-kang untuk melawan hawa dingin yang menyusup ke tubuh melalui tangan yang menangkis tadi.
Betapapun, girang juga hati Ji-ok melihat betapa ilmunya yang hebat itu sempat membuat lawan tangguh ini terhuyung, maka ia pun sudah meloncat ke depan lagi sambil menyerang dengan ilmu Kiam-ci secara dahsyat dan bertubi-tubi. Menghadapi serangan aneh dan amat berbahaya ini, Ci Sian cepat menggerakkan dan memutar sulingnya dengan tangan kanan, dan tangan kirinya membantu, bukan hanya untuk menangkis, melainkan juga untuk menyerang dengan pukulan-pukulan jarak jauh untuk mengimbangi serangan lawan. Tentu saja ia sudah mempergunakan tenaga gabungan Im dan Yang dari Pulau Es yang pernah diajarkan Suma Kian Bu kepadanya.
Kini pertandingan itu berjalan lebih seru, akan tetapi juga aneh karena jarak antara mereka agak jauh dan agaknya kedua tangan mereka tidak pernah saling menyentuh akan tetapi di antara dua orang wanita ini menyambar-nyambar hawa pukulan yang mengeluarkan bunyi bercicitan dan juga terasa betapa angin pukulan yang kadang-kadang dingin bukan main, kadang-kadang panas, menyambar-nyambar ke semua jurusan. Hebat memang perkelahian itu dan semua orang yang menonton menjadi kagum sekali.
Terutama Kam Hong, pendekar ini bangga bukan main. Sumoinya itu, setelah memiliki sin-kang gabungan dari Pulau Es, benar-benar menjadi seorang wanita yang amat hebat!
Adu pukulan jarak jauh itu berlangsung sampai seratus jurus, dan keduanya mulai lelah karena perkelahian macam ini membutuhkan pengerahan sin-kang yang terus menerus dan siapa lengah tentu akan celaka. Dan hal ini pun menguntungkan Ci Sian. Dara ini masih muda sekali, tentu saja memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat dibandingkan lawannya yang mulai terengah-engah dan uap yang mengepul dari kepala itu kini semakin tebal saja, dan nampak keringat menetes-netes dari balik kedok tengkorak, juga di leher nenek itu nampak keringat membasahi kulit dan baju.
Memang tak dapat disangkal pula bahwa Ci Sian juga merasa lelah, dadanya bergelombang, pernapasannya mulai terdengar, dan dahi serta lehernya nampak basah. Namun, dibandingkan dengan lawannya, ia masih lebih segar.
Tentu saja Ji-ok menjadi semakin penasaran dan marah, sungguhpun kemarahannya itu mulai bercampur dengan kekhawatiran. Sungguh tidak disangkanya, lawannya yang masih amat muda ini ternyata benar-benar lihai bukan main, bukan saja memiliki ilmu silat yang amat tinggi dengan suling emasnya, juga ternyata memiliki tenaga sin-kang yang hebat sekali di samping tenaga khi-kang yang membuat sulingnya dapat melengking tinggi menggetarkan jantung.
Maka nenek ini pun mengambil keputusan bulat untuk mengeluarkan ilmunya yang paling ampuh, yang merupakan senjata rahasianya yang selama ini bahkan belum pernah dikeluarkannya menghadapi lawan-lawan tangguh.
Ketika itu, Ci Sian yang melihat betapa lawannya sudah nampak lelah sekali, memutar sulingnya dan melakukan desakan hebat sehingga Ji-ok terpaksa hanya main mundur dan mengelak ke sana sini. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya seperti orang hendak lari. Tentu saja Ci Sian tidak membiarkan lawannya melarikan diri dan ia pun cepat meloncat mengejar. Dan pada saat itu, tiba-tiba Ji-ok membalikkan tubuh lagi dan kedua tangannya menyerang dengan jurus Kiam-ci yang mengeluarkan suara bercuitan. Dan bukan hanya tusukan-tusukan jari yang dahsyat ini saja yang menyambar ke arah Ci Sian, akan tetapi juga didahului oleh dua sinar hitam yang menyambar dan tahu-tahu dua sinar itu telah mengenai leher dan juga pinggang Ci Sian.
Semua orang terkejut sekali melihat dua sinar ini adalah dua ekor ular yang amat berbahaya. Semacam ular cobra yang jahat dan beracun sekali! Ular-ular cobra itu sudah melingkari leher dan pinggang Ci Sian dan semua orang tahu bahwa sekali saja terkena gigitan ular seperti ini, maka tidak ada obat di dunia ini yang akan dapat menyelamatkan nyawa orang yang digigitnya. Hanya Kam Hong yang masih nampak tenang-tenang saja, padahal Cin Liong dan Hong Bu sudah menahan seruan dan wajah kedua orang muda ini sudah menjadi pucat sekali. Juga Cu Kang Bu, Yu Hwi, dan Cu Pek In memandang dengan mata terbelalak, walaupun Yu Hwi juga segera tersenyum karena ia teringat bahwa Ci Sian akan mampu menghadapi ular-ular itu.
Dugaannya memang benar dan hal ini pun diketahui oleh Kam Hong maka pendekar ini nampak tenang saja. Ci Sian adalah murid terkasih dari See-thian Coa-ong, raja ular yang memiliki ilmu pawang ular yang lihai sekali. Gadis ini selain telah menguasai Sin-coa Thian-te-ciang, ilmu silat ular yang lihai, juga telah menguasai ilmu pawang ular. Maka begitu ia tadi melihat bahwa senjata rahasia lawannya adalah dua ekor ular cobra, diam-diam ia tertawa dan segera mengerahkan ilmu menundukkan ular itu. Dan hebatnya, begitu ular-ular itu mengenai leher dan pinggangnya, dua ekor ular yang segera mengenal ilmu itu dan tahu bahwa manusia ini adalah “ratu” mereka, sama sekali tidak menggigit malah lalu melingkar dengan manja!
Yu Hwi maklum bahwa Ci Sian pernah menjadi murid See-thian Coa-ong, dan Kam Hong juga tahu akan hal ini, maka mereka berdua tidak merasa khawatir. Akan tetapi, tiba-tiba Ci Sian mengeluarkan teriakan nyaring dan roboh terjengkang! Kam Hong sendiri sampai terkejut setengah mati melihat hal yang tidak diduga-duganya ini. Ji-ok terkekeh girang, lalu menubruk untuk memberi pukulan maut terakhir.
Akan tetapi, mendadak kedua tangan Ci Sian bergerak dan dua ekor ular itu kini meluncur ke arah tubuh Ji-ok yang sedang menubruk, dengan mulut mendesis penuh kemarahan! Ji-ok terkejut, namun tidak mampu mengelak lagi dan dua ekor ular itu telah mengenai pundak kanan dan paha kirinya, terus saja dua ekor ular cobra itu mematuk dan menggigit! Ji-ok menjerit ngeri, lalu terpelanting, Ci Sian juga sudah melompat bangun, sulingnya menotok ke arah tenggorokan wanita itu. Ji-ok mengelak dan suling itu mengenai topengnya. Terdengar suara keras dan topeng itu terlepas dari muka Ji-ok. Dan semua orang pun menahan seruan kaget dan ngeri ketika melihat muka nenek itu.
Muka yang cantik sesungguhnya, biarpun sudah tua akan tetapi kulit muka itu masih halus, dan putih, bentuk mulutnya, hidungnya, matanya, semua jelas menunjukkan bahwa muka itu dahulu adalah wajah seorang wanita yang amat cantik. Akan tetapi, sungguh mengerikan sekali, wajah yang demikian eloknya itu ternoda oleh goresan bersilang dari atas kiri ke bawah kanan dan dari atas kanan ke bawah kiri sehingga membuat muka itu nampak mengerikan sekali! Sekarang semua orang baru tahu bahwa di balik topeng tengkorak itu tersembunyi wajah cantik yang sudah cacad.
Tentu saja Ji-ok yang mempunyai senjata rahasia ular cobra yang amat berbahaya telah menggunakan obat sehingga tubuhnya kebal terhadap gigitan ular-ular itu, dan biarpun tadi dua ekor ular yang telah dikuasai oleh ilmu Ci Sian itu membalik dan menggigit majikan sendiri, namun Ji-ok tidak terancam bahaya maut oleh gigitan itu. Yang membuatnya terkejut bukan main adalah terlepasnya kedok. Ia marah sekali dan menubruk ke arah Ci Sian tanpa mempedulikan lagi keselamatan dirinya, sama sekali tidak lagi memperhatikan daya tahan untuk melindungi dirinya. Ia seperti orang nekad yang hendak mengadu nyawa dengan lawannya.
Dan memang sesungguhnya demikianlah. Wanita ini ketika mula-mula memakai kedok tengkorak, telah bersumpah bahwa tidak ada orang lain yang boleh melihat wajahnya dan kalau sampai wajahnya nampak oleh orang lain berarti ia akan mati! Maka, begitu kedoknya terlepas oleh pukulan suling lawan, ia pun menjadi marah dan melakukan serangan nekad, menubruk dengan jari-jari tangan terbuka seperti cakar garuda, dengan kuku panjang yang mengandung tenaga dahsyat dari Kiam-ci itu.
Tentu saja Ci Sian dapat melihat kenekadan lawan, maka ia pun cepat meloncat ke samping dan melihat betapa tubuh orang terbuka tanpa perlindungan, sulingnya sudah menyambar, merupakan sinar kuning emas yang meluncur cepat.
“Takk....! Aihhhh....!”
Ji-ok mengeluarkan jeritan satu kali lalu tubuhnya terguling dan jatuh menelungkup di atas tanah, tewas seketika karena dua kali tubuhnya tertotok ujung suling, pertama kali pada lambungnya lalu disusul totokan pada leher bawah telinganya.
Bukan main sedihnya hati Toa-ok melihat tewasnya Ji-ok dan Sam-ok di depan matanya tanpa ia mampu melindungi mereka itu. Kini tinggal dia seorang diri di dunia. Im-kan Ngo-ok yang terdiri dari lima orang itu kini tinggal dia seorang saja. Su-ok dan Ngo-ok telah tewas lebih dulu dan kini menyusul Sam-ok dan Ji-ok.
Biarpun Toa-ok merupakan seorang datuk kaum sesat yang biasa berhati kejam sekali, akan tetapi sekali ini dia merasa betapa hatinya perih dan nyeri. Dengan muka berubah merah dia sudah melompat ke depan dan ketika dia menggerakkan tangannya, lengan bajunya berkibar dan dari situ menyambar angin dahsyat ke depan, membuat debu mengebul dan daun-daun kering beterbangan.
Akan tetapi Ci Sian yang merasa lelah dan juga girang karena telah berhasil keluar sebagai pemenang, kini telah meloncat ke belakang dan tidak mau melayani Toa-ok yang memandang kepadanya dengan mata terbelalak dan bersinar-sinar penuh kemarahan dan dendam.
Tanpa membuang waktu lagi, Sim Hong Bu melangkah maju sambil berkata kepada Kam Hong,
“Biar aku yang melayaninya.”
Kam Hong mengangguk.
“Hati-hatilah, Saudara Hong Bu, lawanmu itu cukup tangguh.”
Melihat majunya pemuda tegap sederhana yang sikapnya gagah ini, Toa-ok menghadapinya dan sepasang matanya yang masih terbelalak penuh kemarahan itu seperti hendak menelan Hong Bu bulat-bulat. Dia mengenal pemuda ini, bahkan dia tahu pula bahwa pemuda inilah yang dahulu bersahabat dengan Yeti. Mengingat bahwa pemuda ini baru beberapa tahun saja mempelajari ilmu silat, tentu saja Toa-ok yakin bahwa dia akan mampu mengalahkan pemuda ini, walaupun dia sama sekali tidak mau bersikap sembrono dan memandang rendah.
Tadi sudah disaksikannya betapa orang-orang muda seperti Kao Cin Liong dan Bu Ci Sian telah mampu merobohkan dan menewaskan Sam-ok dan Ji-ok. Dia sekarang harus dapat membalas kematian dua orang adik-adiknya itu. Akan tetapi ketika Hong Bu mencabut pedang Koai-liong Po-kiam dan nampak sinar biru berkelebat, Toa-ok merasa gentar juga. Bagaimanapun juga, pemuda ini sudah pernah membuktikan kelihaiannya ketika dikeroyok dan dapat juga melarikan diri. Pedang di tangan pemuda itu adalah sebatang pedang yang amat ampuh, dan juga ilmu pedang yang dimiliki pemuda ini luar biasa aneh dan lihainya, maka Toa-ok bersikap hati-hati.
Di antara lima orang Im-kan Ngo-ok, hanya Toa-ok sajalah yang tidak pernah mau mempergunakan senjata. Tentu saja, sebagai seorang ahli ilmu silat tinggi, dia pandai memainkan segala macam senjata yang dipergunakan orang di dunia persilatan. Akan tetapi, tokoh ini memiliki tingkat yang tinggi dan tenaga sin-kang yang kuat sekali sehingga dia tidak lagi membutuhkan bantuan senjata. Kedua lengannya yang panjang dan besar itu telah dilindungi oleh kekuatan gin-kang dan dapat menahan senjata tajam yang bagaimanapun kuatnya. Setiap serangan tangan atau kakinya juga lebih berbahaya daripada senjata tajam.
“Mampuslah engkau! Haiiittt....!”
Tiba-tiba nenek itu merendahkan dirinya untuk membiarkan suling itu meluncur lewat, lalu kakinya mengirim tendangan kilat ke arah dada Ci Sian. Bukan sembarang tendangan karena tendangan itu dilakukan sambil meloncat dan merupakan tendangan berantai, dilakukan oleh kaki bersepatu yang dilapisi besi meruncing itu. Bertubi-tubi kedua kaki itu menendang, dan setiap kaki dapat melakukan tendangan berantai sampai tiga empat kali mengarah bagian-bagian berbahaya dari tubuh lawan!
Terdengar suara “tak-tuk-tak-tuk” ketika Ci Sian mengelak dan menangkis dengan sulingnya sampai akhirnya nenek itu terpaksa menghentikan serangan tendangan berantai yang selain tidak berhasil, juga membuat kedua kaki yang terbungkus sepatu itu terasa nyeri bertemu dengan suling emas. Akan tetapi masih dua kali ia menendang dan sekali ini, dari pinggiran ujung sepatunya menyambar sinar kecil-kecil merah ke arah tubuh Ci Sian!
“Tring-tring-tring....!”
Paku-paku berwarna merah yang mengandung racun itu runtuh semua ketika tertangkis suling dan dengan marah Ci Sian memutar sulingnya, menggunakan jurus yang ampuh dari Kim-siauw Kiam-sut untuk balas menyerang. Gulungan sinar keemasan dari suling itu menghimpit dan nenek itu terpaksa berloncatan mundur karena terdesak oleh serangan suling berubi-tubi yang mengeluarkan bunyi melengking tinggi itu.
Untuk menghindarkan diri dari serangan suling bertubi-tubi yang sinarnya menggulung dirinya itu, terpaksa Ji-ok harus melempar tubuhnya ke belakang, ke atas tanah lalu ia bergulingan sampai jauh. Ketika Ci Sian yang melihat lawan bergulingan menjauhi ini mengejar dengan serangan sulingnya, dengan hati girang karena lawannya memperlihatkan kelemahan, tiba-tiba saja Ji-ok melakukan penyerangan dari bawah, mempergunakan ilmunya yang ampuh, yaitu Kiam-ci (Jari Pedang). Telunjuknya menusuk atau menotok, mengeluarkan suara bercicitan seperti tikus terjepit dan dari telunjuk tangannya itu keluarlah sinar berkilat yang mengandung hawa dingin sekali!
Melihat telunjuk lawan menuju ke arah tenggorokannya, dan merasakan hawa dingin yang menyambar, Ci Sian lalu menggerakkan tangan kirinya menangkis sambil mengerahkan Hwi-yang Sin-kang atau sin-kang yang mengandung hawa panas yang pernah dilatihnya dari Pendekar Pulau Es Suma Kian Bu.
“Tasss....!”
Pertemuan dua tenaga yang saling bertentangan itu merupakan benturan keras lawan keras. Akibatnya, keduanya terdorong ke belakang, Ji-ok merasa betapa seluruh lengannya tergetar dan panas sekali, sebaliknya Ci Sian cepat mengerahkan sin-kang untuk melawan hawa dingin yang menyusup ke tubuh melalui tangan yang menangkis tadi.
Betapapun, girang juga hati Ji-ok melihat betapa ilmunya yang hebat itu sempat membuat lawan tangguh ini terhuyung, maka ia pun sudah meloncat ke depan lagi sambil menyerang dengan ilmu Kiam-ci secara dahsyat dan bertubi-tubi. Menghadapi serangan aneh dan amat berbahaya ini, Ci Sian cepat menggerakkan dan memutar sulingnya dengan tangan kanan, dan tangan kirinya membantu, bukan hanya untuk menangkis, melainkan juga untuk menyerang dengan pukulan-pukulan jarak jauh untuk mengimbangi serangan lawan. Tentu saja ia sudah mempergunakan tenaga gabungan Im dan Yang dari Pulau Es yang pernah diajarkan Suma Kian Bu kepadanya.
Kini pertandingan itu berjalan lebih seru, akan tetapi juga aneh karena jarak antara mereka agak jauh dan agaknya kedua tangan mereka tidak pernah saling menyentuh akan tetapi di antara dua orang wanita ini menyambar-nyambar hawa pukulan yang mengeluarkan bunyi bercicitan dan juga terasa betapa angin pukulan yang kadang-kadang dingin bukan main, kadang-kadang panas, menyambar-nyambar ke semua jurusan. Hebat memang perkelahian itu dan semua orang yang menonton menjadi kagum sekali.
Terutama Kam Hong, pendekar ini bangga bukan main. Sumoinya itu, setelah memiliki sin-kang gabungan dari Pulau Es, benar-benar menjadi seorang wanita yang amat hebat!
Adu pukulan jarak jauh itu berlangsung sampai seratus jurus, dan keduanya mulai lelah karena perkelahian macam ini membutuhkan pengerahan sin-kang yang terus menerus dan siapa lengah tentu akan celaka. Dan hal ini pun menguntungkan Ci Sian. Dara ini masih muda sekali, tentu saja memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat dibandingkan lawannya yang mulai terengah-engah dan uap yang mengepul dari kepala itu kini semakin tebal saja, dan nampak keringat menetes-netes dari balik kedok tengkorak, juga di leher nenek itu nampak keringat membasahi kulit dan baju.
Memang tak dapat disangkal pula bahwa Ci Sian juga merasa lelah, dadanya bergelombang, pernapasannya mulai terdengar, dan dahi serta lehernya nampak basah. Namun, dibandingkan dengan lawannya, ia masih lebih segar.
Tentu saja Ji-ok menjadi semakin penasaran dan marah, sungguhpun kemarahannya itu mulai bercampur dengan kekhawatiran. Sungguh tidak disangkanya, lawannya yang masih amat muda ini ternyata benar-benar lihai bukan main, bukan saja memiliki ilmu silat yang amat tinggi dengan suling emasnya, juga ternyata memiliki tenaga sin-kang yang hebat sekali di samping tenaga khi-kang yang membuat sulingnya dapat melengking tinggi menggetarkan jantung.
Maka nenek ini pun mengambil keputusan bulat untuk mengeluarkan ilmunya yang paling ampuh, yang merupakan senjata rahasianya yang selama ini bahkan belum pernah dikeluarkannya menghadapi lawan-lawan tangguh.
Ketika itu, Ci Sian yang melihat betapa lawannya sudah nampak lelah sekali, memutar sulingnya dan melakukan desakan hebat sehingga Ji-ok terpaksa hanya main mundur dan mengelak ke sana sini. Tiba-tiba ia membalikkan tubuhnya seperti orang hendak lari. Tentu saja Ci Sian tidak membiarkan lawannya melarikan diri dan ia pun cepat meloncat mengejar. Dan pada saat itu, tiba-tiba Ji-ok membalikkan tubuh lagi dan kedua tangannya menyerang dengan jurus Kiam-ci yang mengeluarkan suara bercuitan. Dan bukan hanya tusukan-tusukan jari yang dahsyat ini saja yang menyambar ke arah Ci Sian, akan tetapi juga didahului oleh dua sinar hitam yang menyambar dan tahu-tahu dua sinar itu telah mengenai leher dan juga pinggang Ci Sian.
Semua orang terkejut sekali melihat dua sinar ini adalah dua ekor ular yang amat berbahaya. Semacam ular cobra yang jahat dan beracun sekali! Ular-ular cobra itu sudah melingkari leher dan pinggang Ci Sian dan semua orang tahu bahwa sekali saja terkena gigitan ular seperti ini, maka tidak ada obat di dunia ini yang akan dapat menyelamatkan nyawa orang yang digigitnya. Hanya Kam Hong yang masih nampak tenang-tenang saja, padahal Cin Liong dan Hong Bu sudah menahan seruan dan wajah kedua orang muda ini sudah menjadi pucat sekali. Juga Cu Kang Bu, Yu Hwi, dan Cu Pek In memandang dengan mata terbelalak, walaupun Yu Hwi juga segera tersenyum karena ia teringat bahwa Ci Sian akan mampu menghadapi ular-ular itu.
Dugaannya memang benar dan hal ini pun diketahui oleh Kam Hong maka pendekar ini nampak tenang saja. Ci Sian adalah murid terkasih dari See-thian Coa-ong, raja ular yang memiliki ilmu pawang ular yang lihai sekali. Gadis ini selain telah menguasai Sin-coa Thian-te-ciang, ilmu silat ular yang lihai, juga telah menguasai ilmu pawang ular. Maka begitu ia tadi melihat bahwa senjata rahasia lawannya adalah dua ekor ular cobra, diam-diam ia tertawa dan segera mengerahkan ilmu menundukkan ular itu. Dan hebatnya, begitu ular-ular itu mengenai leher dan pinggangnya, dua ekor ular yang segera mengenal ilmu itu dan tahu bahwa manusia ini adalah “ratu” mereka, sama sekali tidak menggigit malah lalu melingkar dengan manja!
Yu Hwi maklum bahwa Ci Sian pernah menjadi murid See-thian Coa-ong, dan Kam Hong juga tahu akan hal ini, maka mereka berdua tidak merasa khawatir. Akan tetapi, tiba-tiba Ci Sian mengeluarkan teriakan nyaring dan roboh terjengkang! Kam Hong sendiri sampai terkejut setengah mati melihat hal yang tidak diduga-duganya ini. Ji-ok terkekeh girang, lalu menubruk untuk memberi pukulan maut terakhir.
Akan tetapi, mendadak kedua tangan Ci Sian bergerak dan dua ekor ular itu kini meluncur ke arah tubuh Ji-ok yang sedang menubruk, dengan mulut mendesis penuh kemarahan! Ji-ok terkejut, namun tidak mampu mengelak lagi dan dua ekor ular itu telah mengenai pundak kanan dan paha kirinya, terus saja dua ekor ular cobra itu mematuk dan menggigit! Ji-ok menjerit ngeri, lalu terpelanting, Ci Sian juga sudah melompat bangun, sulingnya menotok ke arah tenggorokan wanita itu. Ji-ok mengelak dan suling itu mengenai topengnya. Terdengar suara keras dan topeng itu terlepas dari muka Ji-ok. Dan semua orang pun menahan seruan kaget dan ngeri ketika melihat muka nenek itu.
Muka yang cantik sesungguhnya, biarpun sudah tua akan tetapi kulit muka itu masih halus, dan putih, bentuk mulutnya, hidungnya, matanya, semua jelas menunjukkan bahwa muka itu dahulu adalah wajah seorang wanita yang amat cantik. Akan tetapi, sungguh mengerikan sekali, wajah yang demikian eloknya itu ternoda oleh goresan bersilang dari atas kiri ke bawah kanan dan dari atas kanan ke bawah kiri sehingga membuat muka itu nampak mengerikan sekali! Sekarang semua orang baru tahu bahwa di balik topeng tengkorak itu tersembunyi wajah cantik yang sudah cacad.
Tentu saja Ji-ok yang mempunyai senjata rahasia ular cobra yang amat berbahaya telah menggunakan obat sehingga tubuhnya kebal terhadap gigitan ular-ular itu, dan biarpun tadi dua ekor ular yang telah dikuasai oleh ilmu Ci Sian itu membalik dan menggigit majikan sendiri, namun Ji-ok tidak terancam bahaya maut oleh gigitan itu. Yang membuatnya terkejut bukan main adalah terlepasnya kedok. Ia marah sekali dan menubruk ke arah Ci Sian tanpa mempedulikan lagi keselamatan dirinya, sama sekali tidak lagi memperhatikan daya tahan untuk melindungi dirinya. Ia seperti orang nekad yang hendak mengadu nyawa dengan lawannya.
Dan memang sesungguhnya demikianlah. Wanita ini ketika mula-mula memakai kedok tengkorak, telah bersumpah bahwa tidak ada orang lain yang boleh melihat wajahnya dan kalau sampai wajahnya nampak oleh orang lain berarti ia akan mati! Maka, begitu kedoknya terlepas oleh pukulan suling lawan, ia pun menjadi marah dan melakukan serangan nekad, menubruk dengan jari-jari tangan terbuka seperti cakar garuda, dengan kuku panjang yang mengandung tenaga dahsyat dari Kiam-ci itu.
Tentu saja Ci Sian dapat melihat kenekadan lawan, maka ia pun cepat meloncat ke samping dan melihat betapa tubuh orang terbuka tanpa perlindungan, sulingnya sudah menyambar, merupakan sinar kuning emas yang meluncur cepat.
“Takk....! Aihhhh....!”
Ji-ok mengeluarkan jeritan satu kali lalu tubuhnya terguling dan jatuh menelungkup di atas tanah, tewas seketika karena dua kali tubuhnya tertotok ujung suling, pertama kali pada lambungnya lalu disusul totokan pada leher bawah telinganya.
Bukan main sedihnya hati Toa-ok melihat tewasnya Ji-ok dan Sam-ok di depan matanya tanpa ia mampu melindungi mereka itu. Kini tinggal dia seorang diri di dunia. Im-kan Ngo-ok yang terdiri dari lima orang itu kini tinggal dia seorang saja. Su-ok dan Ngo-ok telah tewas lebih dulu dan kini menyusul Sam-ok dan Ji-ok.
Biarpun Toa-ok merupakan seorang datuk kaum sesat yang biasa berhati kejam sekali, akan tetapi sekali ini dia merasa betapa hatinya perih dan nyeri. Dengan muka berubah merah dia sudah melompat ke depan dan ketika dia menggerakkan tangannya, lengan bajunya berkibar dan dari situ menyambar angin dahsyat ke depan, membuat debu mengebul dan daun-daun kering beterbangan.
Akan tetapi Ci Sian yang merasa lelah dan juga girang karena telah berhasil keluar sebagai pemenang, kini telah meloncat ke belakang dan tidak mau melayani Toa-ok yang memandang kepadanya dengan mata terbelalak dan bersinar-sinar penuh kemarahan dan dendam.
Tanpa membuang waktu lagi, Sim Hong Bu melangkah maju sambil berkata kepada Kam Hong,
“Biar aku yang melayaninya.”
Kam Hong mengangguk.
“Hati-hatilah, Saudara Hong Bu, lawanmu itu cukup tangguh.”
Melihat majunya pemuda tegap sederhana yang sikapnya gagah ini, Toa-ok menghadapinya dan sepasang matanya yang masih terbelalak penuh kemarahan itu seperti hendak menelan Hong Bu bulat-bulat. Dia mengenal pemuda ini, bahkan dia tahu pula bahwa pemuda inilah yang dahulu bersahabat dengan Yeti. Mengingat bahwa pemuda ini baru beberapa tahun saja mempelajari ilmu silat, tentu saja Toa-ok yakin bahwa dia akan mampu mengalahkan pemuda ini, walaupun dia sama sekali tidak mau bersikap sembrono dan memandang rendah.
Tadi sudah disaksikannya betapa orang-orang muda seperti Kao Cin Liong dan Bu Ci Sian telah mampu merobohkan dan menewaskan Sam-ok dan Ji-ok. Dia sekarang harus dapat membalas kematian dua orang adik-adiknya itu. Akan tetapi ketika Hong Bu mencabut pedang Koai-liong Po-kiam dan nampak sinar biru berkelebat, Toa-ok merasa gentar juga. Bagaimanapun juga, pemuda ini sudah pernah membuktikan kelihaiannya ketika dikeroyok dan dapat juga melarikan diri. Pedang di tangan pemuda itu adalah sebatang pedang yang amat ampuh, dan juga ilmu pedang yang dimiliki pemuda ini luar biasa aneh dan lihainya, maka Toa-ok bersikap hati-hati.
Di antara lima orang Im-kan Ngo-ok, hanya Toa-ok sajalah yang tidak pernah mau mempergunakan senjata. Tentu saja, sebagai seorang ahli ilmu silat tinggi, dia pandai memainkan segala macam senjata yang dipergunakan orang di dunia persilatan. Akan tetapi, tokoh ini memiliki tingkat yang tinggi dan tenaga sin-kang yang kuat sekali sehingga dia tidak lagi membutuhkan bantuan senjata. Kedua lengannya yang panjang dan besar itu telah dilindungi oleh kekuatan gin-kang dan dapat menahan senjata tajam yang bagaimanapun kuatnya. Setiap serangan tangan atau kakinya juga lebih berbahaya daripada senjata tajam.
0 Response to "Suling Emas & Naga Siluman Jilid 197"
Posting Komentar